Suatu
Hari Di Bukit Hermon
Malam
belumlah larut namun suasana di Rumah Retreat Bukit Hermon - Tawangmangu yang
hari ini dipakai untuk acara retreat mahasiswa Kristen dari FISIP UNS Solo
terlihat sangat sepi. Hal ini dapat dimaklumi sebab acara yang telah
berlangsung selama 2 hari ini memang menguras banyak tenaga. Akibatnya semua
peserta malam ini lebih memilih tidur mengistirahatkan badan daripada
bergadang.
Tapi
benarkah semua telah tertidur? Eit tunggu dulu... Ada tiga mahluk hidup yang berlarian menuju
kamar paviliun. Apa saja yang menghalangi, mereka terjang, kalau halangannya
terlalu berat untuk diterjang ya dilompati, kalau gak bisa diterjang atau
dilompati ya nyari jalan lain... yang penting lari... lari... lari... Kelihatan
sekali mereka sedang dikejar alias melarikan diri dari sesuatu. Tapi apa ya?
"Gawat,
gawat... wah bener-bener gawat, Met!"
Meity
yang sedang duduk di depan kamar paviliun heran melihat Burwan, Irvan, dan
Arief lari pontang-panting ketakutan, "Ada apa sih?"
"Ada di sana,
Met..." jawab Arief sekenanya, "hegh... hegh... hegh..."
"Ada di sana
apa?"
"Ada hegh... hegh...
hegh... ada hegh... hegh... hegh..."
"Ada hegh... hegh...
hegh... apaan?,"
"Ada hantu, Met,"
"Boooong!"
"Bentar,
Met nanti kami ceritakan tapi sebelumnya biar kami bernafas dulu, OK?"
pinta Burwan yang langsung ditanggapi dengan anggukan dan senyuman oleh Meity.
Tanpa
babibu ketiga anak tersebut langsung sibuk mengatur nafasnya masing-masing
hegh... hegh... hegh... meong (lho)
"Begini
ceritanya," Irvan mulai bercerita setelah merasa irama nafasnya sudah
mulai teratur, "tadi kami jalan-jalan ke depan terus melihat Sigit sedang
duduk sendirian di depan. Ya kita samperin aja lalu kita ngobrol ngalor-ngidul,
utara-selatan tanpa juntrungan. Nah pas asyik-asyiknya ngobrol, Sigit bilang eh
kalo wajahku kayak gini cakep gak? Begitu aku liat wajahnya... tiba-tiba sudah
berubah jadi tengkorak!"
Burwan
ikut nimpali, "kupikir ah paling cuma topeng tapi waktu kulihat di mulai
berdiri dan ternyata kakinya gak menyentuh tanah, ya udah kami sepakat untuk
lari..."
"Eh,
jangan-jangan dia ngejar kalian." goda Meity.
"Hush,
jangan bilang gitu donk," protes Arief sambil mengarahkan pandangannya ke
lorong menuju arah depan.
"Tadi
kalian bilang hantu itu memakai wujud Sigit, ya?" Meity coba kembali
menegaskan cerita teman-temannya. Mereka pun hanya menjawab dengan anggukan.
"Wah
terjadi lagi, deh," ucap Meity singkat tanpa menunjukkan wajah kaget,
takut atau cemas. Ekspresi wajah yang tentu saja mengundang tanda tanya besar
bagi teman-temannya. Ada
apa dibalik semuanya ini. Mengapa Meity berkata 'wah terjadi lagi' Apakah
peristiwa ini sudah terjadi sebelumnya?
"Emangnya
ada apa?" tanya Arief mewakili rasa penasaran teman-temannya, "dulu
udah pernah kejadian kayak gini, ya?"
"Iya,"
jawab Meity singkat. Sejurus kemudian ia mulai bercerita bahwa beberapa tahun
yang lalu ada peserta retreat yang meninggal karena kecelakaan. Waktu itu ia
datang menyusul retreat. Tapi malangnya di tengah perjalanan ia ditabrak bis
dan tewas seketika di tempat itu juga. Hal ini membuat arwahnya masih penasaran
untuk mengikuti acara retreat. Akhirnya ia sering menemui siapa saja peserta
retreat di Bukit Hermon ini dengan mengambil wujud peserta lain.
"Nah
rupanya kali ini ia menampakkan diri kepada kalian dengan mengambil ujud
Sigit"
"Hiii..."
respon ketiga anak tersebut hampir bersamaan.
"Eh
kalian harusnya bangga donk dijumpai arwah orang tersebut," canda Meity,
"jarang-jarang lho ada yang bisa melihat penampakannya."
"Enak
aja... amit-amit... dibayar berapapun gak sudi aku ngalaminya lagi!! "
teriak Burwan.
Akibat
teriakan Burwan tersebut, sebuah pintu kamar terbuka. Di depan pintu tersebut
terdapat nama "Bambang", ketua panitia retreat. Memang ini adalah
kamarnya Bambang, karena sesaat kemudia ia keluar dari kamar.
"Lho,
kok kalian belum tidur?" tanya Bambang penasaran.
Tanpa
basa-basi, ketiga anak tersebut secara bergantian menceritakan peristiwa yang
baru saja mereka alami.
"Kalian
masih percaya dengan arwah penasaran ya?!"
"Ya,
jelas donk, soalnya tadi kami mengalami sendiri."
"Bagaimana
kalian tahu kalau dia adalah arwah penasaran?"
"Kan ceritanya memang
begitu, dia itu arwah orang yang meninggal sewaktu hendak pergi..."
"Kalian
yakin cerita itu benar?", tanpa memberi kesempatan teman-temannya menjawab
Bambang kembali bertanya, "bagaimana kalau yang muncul ke hadapan kalian
tadi bukan arwah penasaran?"
"Lalu
apa?" tanya Arief mewakili rasa penasaran teman-temannya.
"Setan,"
jawab Bambang, "setan yang mengambil wujud manusia dengan memanfaatkan
peristiwa mengenaskan yang dulu pernah terjadi."
"Kenapa
kamu bisa yakin bahwa dia adalah penjelmaan dari setan," kali ini Burwan
yang bertanya
"Lho,
tadi kan
sudah dijelasin secara gamblang saat KKR," jawab Bambang
Ketiga
anak tersebut saling berpandangan satu dengan yang lain sebelum akhirnya
memberi pengakuan, "Kami tadi gak ikut KKR-nya, hihihihi..."
"Ah,
kalian ini." Walaupun agak jengkel karena ada yang tidak menaati peraturan
yaitu mengikuti semua acara retreat, Bambang tetap antusias menceritakan isi khotbah
saat KKR tadi. Ia menceritakan bahwa dunia orang mati sudah berpisah dengan
dunia orang hidup. Orang yang sudah mati tidak dapat lagi berhubungan dengan
orang yang masih hidup dan sebaliknya. Ini dilukiskan dalam perumpamaan orang
kaya dengan Lazarus. Bila ada orang yang kelihatan seperti orang mati bisa jadi
ia adalah setan yang mengambil wujud orang yang sudah mati. Tujuannya tentu
saja untuk melemahkan iman seseorang agar ia lebih takut kepada orang yang
sudah mati dibandingkan takut kepada Allah.
Pembicaraan
satu arah pun akhirnya berkembang menjadi diskusi yang cukup segar. Sesekali
mereka bercanda namun isi dari pembicaraan tetap terjaga.
"Hei,
kalo mo sharring pelanan dikit dunk?!" bentak Meity yang terganggu dengan
suasana ramai diluar kamarnya.
Burwan,
Irvan, dan Arief saling berpandangan. Mereka merasa Meity yang tadi duduk di
sebelah kiri Burwan belum masuk ke kamarnya yang berada di sebelah kanan
Burwan. Sementara itu jalan satu-satunya masuk kamar ialah melalui pintu kamar
tapi sejak mereka datang tadi pintu kamar tersebut sedikitpun belum bergerak.
"Lho,
Met sejak kapan kamu masuk kamar? Bukankah tadi kamu masih ngobrol bersama
kami?"
"Enak
aja! Aku dah tidur sejak jam 9.00 tadi dan baru bangun karena mendengar suara
berisik kalian!"
Spontan
Burwan, Irvan, dan Arief menoleh ke tempat Meity duduk. Kosong! Ketiga anak
tersebut saling berpandangan dan akhirnya sama-sama pingsan.
Wah..ini cerita nyata atau tidak...
ReplyDelete