Santo
Andrew Kim Tae-Gon
Tunjukkan Nyalimu Selagi Muda!
Orang
muda nggak bisa berbuat
apa-apa? Itu yang kamu denger dari orang-orang
tentang kamu?
Jangan mau percaya itu. Cerita Santo Andrew Kim Tae-Gon berikut ini ngebuktiin
kalo justru selagi
muda, kita bisa berbuat banyak hal bagi Tuhan. (cs)
Kim dilahirkan pada taon 1821, di sebuah keluarga bangsawan di pusat kota
Solmoe, Korea. Dari mulai kakek buyut sampe ayah Kim semuanya mati karena mereka memegang teguh agamanya,
yaitu Katolik. Garis keturunan yang melahirkan Kim Tae-Gon adalah sebuah garis
keturunan yang sejarahnya sarat ama kisah martir;
nggak cuman mereka bertiga yang mati martir, tapi juga paman
buyutnya. Nggak heran, Kim yang masih muda pun waktu itu sangat kuat keimanannya dan ia sangat berani
menyatakan apa yang ia percayai sebagai kebenaran dalam hidupnya.
Waktu ia
berumur 15, ia berkenalan ama seorang romo Katolik, bernama Pastor Maubant, yang sedang
melayani di daerah tersebut. Orang Korea sejak abad ke-16 ternyata udah
mengenal Kekristenan, akibat penyebaran yang dilakukan ama orang-orang awam yang merantau ke negeri tersebut, salah
satunya adalah kelompok pedagang. Keluarga Kim, misalnya, sejak masa hidup
kakek buyutnya, taon 1700-an, udah menganut agama
Katolik. Maka waktu para misionaris datang ke Korea, termasuk Pastor Maubant,
mereka ngerasa keduluan ama orang-orang
awam itu. Tapi ini tentunya bukanlah hal yang buruk.
Karena terkesan dengan semangat Kim
dalam keagamaan, Pastor Maubant mengirimkan Kim bersama kedua orang temannya,
Choi Yang-Up dan Choi Bang-Je ke Makau, buat belajar kehidupan masyarakat Barat dan mendalami agama
Katolik. Di Paris Foreign Mission Society
di kota yang sekarang dikenal sebagai kota judi itu, mereka bertiga belajar
teologi, bahasa Latin, geografi, bahasa Prancis, dan masih banyak lagi.
Sayangnya, studi mereka sempat terganggu, mereka harus lari menyelamatkan diri
ke Manila dua kali, gara-gara pecahnya Perang Opium di daratan
Cina waktu itu.
Taon 1842, waktu Perang Opium
masih berlangsung, Kim Tae-Gon berhasil menyelesaikan sekolahnya dan ia bisa
menguasai empat bahasa sekaligus selain Korea: Prancis, Spanyol, Mandarin, dan
juga Inggris. Dengan kemampuan berbahasanya yang canggih itu, ia berhasil
menyusup ke sana-sini dalam teritori Cina daratan. Niatnya sebenarnya cuman satu: ia pengen kembali ke
Korea, tapi hal itu sangat sulit dilakukan, terlepas dari segala kerja
kerasnya, termasuk sampai berkelana ke Mongolia.
Frustrasi karena nggak kunjung bisa pulang juga, Kim tetap melaksanakan tugasnya
sebagai orang yang terpanggil buat memberitakan
ajaran Tuhan. Ia tetap mengabdi pada gereja, dan akhirnya di Cina pada taon 1844 Kim dilantik sebagai seorang diakon. Posisinya ini
ternyata berhasil memperlicin jalannya kembali ke Korea. Seorang diri Kim
berjalan menuju Uiju, dan dari sana ia akhirnya mencapai Seoul taon 1845.
Situasi di Asia Timur saat itu,
termasuk di Korea, sedang kacau balau karena perang yang nggak juga usai. Selain itu,
pembantaian oleh pasukan kerajaan terhadap umat Kristen dan Katolik, dan juga
terhadap sekte-sekte agama lainnya, sedang menggila. Banyak pastor yang dibunuh
secara keji, banyak umat yang disiksa dan dipenjarakan karena iman mereka. Kondisi
yang nggak aman ini bikin Kim nggak berani memunculkan dirinya di mata publik. Bahkan waktu di Korea pun ia nggak sempat bertemu ama ibunya, yang
konon waktu itu nggak punya rumah
dan berkelana dari rumah ke rumah buat minta
makan. Ia juga mendenger
kabar kalo ayahnya, yang aktif di gerejanya, pun
udah dibunuh.
Kim Tae-Gon kembali ke Cina bareng ama 11 penganut Katolik dari Korea naik sebuah perahu kecil.
Ternyata ia mengalami peristiwa yang sama seperti yang dialami Yunus: badai besar di tengah laut selama
berhari-hari. Kondisi genting ini bikin awak kapal terpaksa membuang persediaan makanan supaya kapal jadi
lebih ringan dan mudah dikemudikan. Dilanda rasa takut karena dahsyatnya ombak
dan angin serta dilemahkan ama rasa lapar
yang menggigiti fisik, orang-orang dalam kapal tersebut malah mendapati diri
mereka disejukkan oleh Kim yang nggak sedikitpun kelihatan takut.
17 Agustus 1845, beberapa lama
setelah perahu itu tiba di Shanghai, seorang pastor dari Prancis menahbiskan
Kim Tae-Gon sebagai imam. Pada usia ke-24 itu, Kim Tae-Gon, yang punya nama
baptis Andrew, resmi menjadi imam pertama berkebangsaan Korea. Pada waktu itu Kim udah cukup dikenal lewat khotbahnya yang
berapi-api dan nyalinya yang sungguh berani.
Tapi sayangnya, karir Kim harus
berakhir dengan cepat. Cuman satu taon setelahnya, waktu sedang mengatur salah satu perjalanan misi mereka, Kim ditangkap
di Pulau Sunwi-do, lalu dikirim sebagai tahanan ke Seoul. Raja dari dinasti
Choson waktu itu, yang sangat membenci umat Kristen, memerintahkan pasukannya buat menghukum mati Pastor Kim dengan cara memenggal kepalanya
di depan publik pada tanggal 15 September 1846. Ia mati dengan cara yang amat
mengenaskan; penuh penyiksaan. Kim Tae-Gon bergabung dengan ribuan orang Korea
lainnya dalam sejarah dinasti Choson yang terbunuh karena alasan yang sama:
iman mereka.
Kehidupan Pastor Kim yang sekejap
namun sarat makna ini menunjukkan arti hidup yang sesungguhnya. Selama usianya
yang pendek itu ia udah mengubahkan banyak orang, udah menunjukkan apa yang diyakininya sebagai jalan
keselamatan, bahkan sampai napas terakhirnya. (Kim Tae-Gon menyampaikan sebuah
pidato yang menggetarkan sesaat sebelum pemenggalannya dilaksanakan.) Usia muda
bukanlah penghalang buat kita ngelakuin perbuatan-perbuatan besar bagi
Tuhan. Berani nyatakan iman kamu? [**]
kok blognya ga bisa di follow ya??
ReplyDelete