Mendung
malam ini tidak begitu kelabu, masih ada setitik sinar bulan yang menerangi.
Semilir angin menerpa perlahan, pohon-pohon berguncang ringan. Tidak ada yang
lebih menarik untuk dilakukan malam ini selain tidur dengan selimut tebal atau
duduk-duduk sambil menikmati segelas cokelat, teh, kopi panas atau sekedar
menonton televisi. (DS)
JANGAN MENYERAH
Oleh Devi Syane
Ezra duduk terdiam
memandang langit yang gelap, di sudut kamarnya. Ia mencoba melihat remang
cahaya bulan yang samar-samar karena tertutup awan gelap. Ia merasa ada sesuatu
yang istimewa ketika melihat bulan itu. Ia merasa bahwa bulan itu berusaha
memberi terang untuknya di malam yang gelap seperti ini.
Ezra kembali menghampiri
meja belajarnya yang penuh dengan kertas. Malam ini entahlah tidak ada satupun
ide yang muncul dalam benaknya. Padahal harus ada artikel yang harus ia
kumpulakn 3 hari lagi. “Sepertinya aku harus bekerja keras malam ini, semoga
besok aku tidak terlambat kuliah” pikirnya sambil kembali membuka
lembaran-lembaran berita, ia berusaha mencari berita yang semenarik mungkin
untuk menjadi bahan artikelnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 24.35 tapi tidak
ada satupun ide yang muncul. Ezra berjalan menuju tempat tidurnya,ia memutuskan
untuk segera tidur karena ia tidak ingin terlambat kuliah besok.
Matahari di ufuk timur
sudah mulai menampakkan cahayanya. Meskipun kemarin malam tampak mendung tapi
pagi ini sangat cerah. Ezra terbangun karena mentari pagi menyilaukan matanya.
Ezra langsung berdiri dari tempat tidurnya dan bergegas mandi. Selesai mandi,
ia kembali duduk di tempat tidurnya, membuka Alkitabnya dan mengambil sebuah
buku renungan. Yosua 1:9. Ezra merasa mendapat kekuatan baru melalui Firman
itu. Ezra pun segera bersiap-siap untuk berangkat kuliah.
Di kampus, Ezra bertemu
dengan Nico, sahabatnya yang sudah lama tidak bersua.
“Ezraaaaa…” teriak Nico
dari jauh, “udah lama nggak ketemu, aku kangen banget sama kamu”
“Hai friend” mereka
berpelukan sebentar.
“Gimana kesehatanmu?
Kamu tetep minum obat dari dokter kan? Soalnya aku dengar dokter Fandi nungguin
kamu sejak 2 minggu lalu tapi kamunya nggak datang-datang. Jangan terlalu sibuk
donk. Atau kamu masih belum bisa menerima penyakitmu itu?”
“Nic, bukannya aku nggak
terima penyakit yang tak tersembuhkan ini tapi…” Ezra terdiam kembali.
“Aku tahu pasti ini
nggak mudah buat kamu menerima kenyataan kalo kamu menderita leukimia tapi aku
Yesus mengasihimu Ez… kalo kamu tahu kamu menderita penyakit ini nggak berarti
kamu harus meninggalkan Tuhan, meninggalkan semua pelayananmu. Kamu tahu nggak
kalo anak-anak udah kangen sekali padamu. Selama ini kamu yang memotivasi
mereka sehingga mereka tetep semangat, kmau yang kasih mereka ketrampilan
supaya mereka nggak mengamen di jalanan, kamu yang membawa mereka supaya
mengenal Yesus dan datang ke gereja, tapi sekarang kamu nggak pernah datang ke
gereja. Kamu selalu bilang pada anak-anak kalo Yesus selalu ada di samping kita
menemani kita dan menyelesaikan semua masalah kita. Ingat nggak? Pikirkan
baik-baik Ez… kalo sekarang kamu meninggalkan Tuhan karena kecewa, kamu nggak
akan dapat apa-apa tapi kamu akan semakin berada dalam masalah. Hari Minggu ini
kita ke tempat anak-anak yuk…” Nico menyemangati Ezra panjang lebar.
Selama ini Ezra dan Nico
membuka pelayanan untuk anak-anak jalanan. Anak-anak itu mereka ambil dari
jalanan dan menempatkannya di sebuah rumah kontrakan. Selama ini mereka berdua
yang membiayai hidup anak-anak itu dengan dibantu oleh beberapa gereja.
Anak-anak itu dapat bersekolah dan setiap sore mereka membuat kue untuk dijual.
Hari Minggu…
“Ezra,
aku tahu kamu pasti datang… wah… mereka pasti senang melihat kamu. Kamu nggak
akan pasang muka pepaya kan? tanya Nico sambil tertawa yang disambut dengan
tawa juga oleh Ezra, “tentu tidak donk”.
Ketika
mereka berdua membuka pintu rumah kontrakan itu, mereka disambut dengan
teriakan anak-anak yang langsung berhamburan keluar, memeluk Ezra. “Kakak
kemana aja? Kami kangen” kata beberapa dari mereka.
Ezra
tersenyum dan berkata dalam hati, “Aku juga kangen ama kalian”.
Anak-anak
mengajak Ezra masuk kedalam dan duduk di ruang tamu dan mereka sudah siap duduk
di tempat masing-masing. Memang setiap hari Minggu Ezra selalu menceritakan
sebuah cerita Alkitab pada mereka. Ezra pun melakukannya dengan gembira,
demikian juga anak-anak.
Baru
kali ini Ezra tertawa lepas sejak ia mengetahui diagnosa penyakitnya. Di
tengah-tengah cerita Ezra, tiba-tiba beberapa anak berlarian ke pintu depan dan
menyambut seorang gadis yang membawa tas besar di kedua tangannya.
“Nico,
itu siapa? Kok aku belum pernah melihatnya?” tanya Ezra
“Sori
friend, aku lupa kasih tau kamu. Itu Nina, rumahnya cuman selisih 5 rumah dari
rumah ini. Selama kamu nggak ada, dia yang bantuin aku perhatiin anak-anak”
jelas Nico, dan disambut dengan gumaman Ezra, “Oooo…”
“Nina…”
teriak Nico. Nina bergegas menghampiri Nico dan Ezra.
“Hai,
Nic, sori aku telat. Tadi di gereja ada rapat dadakan” lalu Nina melihat Ezra,
“kamu, Ezra kan? Aku Nina. Hai apa kabar? Anak-anak dan Nico banyak cerita soal
kamu” Nina mengulurkan tangan.
Ezra
menyambutnya, “Iya, aku Ezra, makasih ya selama ini kamu udah bantuin ngurus
anak-anak”
“Nggak
apa-apa, aku malah senang kok disini sama anak-anak, mereka lucu-lucu”
Ezra
terdiam sebentar lalu melirik ke Nico, “Emang Nico cerita apa aja soal aku?”
“Hmmm…
semuanya” kata Nina sambil tersenyum sehingga terlihat jelas lesung pipitnya.
Ezra
terdiam sambil memandang Nico. Untuk memecah suasana, Nina tertawa dan berkata,
“Lihat anak-anak main lumpur, mereka sudah seperti badut” yang disambut dengan
gelak tawa juga oleh Ezra dan Nico.
Sudah
tiga minggu berlalu sejak pertemuan Ezra dan Nina. Mereka bertiga mengurus
anak-anak secara bergantian. Nico senang sekali melihat Ezra sudah kelihatan
kembali bersemangat, berkat Nina yang berusaha membawa Ezra kembali lagi
menemukan kehidupannya yang dulu lagi dan mengangkat dia dari keputusasaan dan kekecewaan
yang dia alami. Nina seorang gadis yang manis, masih berkuliah di semester 2 di
sebuah sekolah musik, bisa dibilang dia gadis yang sempurna. Nina selalu ceria
seolah-olah tidak mempunyai masalah dalam hidupnya, takut Tuhan dan setia dalam
pelayanan.
Tapi
kondisi seperti ini tidak berlangsung lama. Suatu hari Nico ditelepon oleh
Mamanya Ezra, “Apa? Ezra masuk rumah sakit, Tante? Iya Tante, Nico segera
kesana”
Nico
bergegas menjemput Nina, berdua mereka menjenguk Ezra yang masih terbaring di
kasur, tak sadarkan diri. Menurut dokter, Ezra terlalu kelelahan sehingga
pingsan. Sejam kemudian, Ezra sudah sadar dan bisa mengenali Papa, Mamanya juga
sahabatnya, Nico dan Nina. Selama seminggu Ezra dirawat di rumah sakit. Dokter
berpesan supaya Ezra membatasi kegiatannya, jangan terlalu banyak bekerja
sehingga kesehatannya jadi makin memburuk.
Tapi
Ezra masih tetap menjalani kegiatannya sehari-hari yaitu kuliah dan
memperhatikan anak-anak. Dia berpikir bahwa dia akan tetap melakukannya sambil
menunggu hari kematiannya yang mungkin nggak berapa lama lagi. Sampai pada
titik kelelahannya dan akhirnya dia memutuskan untuk kabur dari rumah. Orang
tuanya yang kuatir karena sudah jam 11 malam tapi Ezra belum pulang juga,
akhirnya menelepon Nico dan Nina.
Ponsel
Ezra berdering, “Halo, Nina…” jawab Ezra
“Ezra…
kamu dimana? Papa Mama kamu kuatir karena kamu belum pulang. Ezra, please… kamu
dimana?” kata Nina dengan nada kuatir.
“Nina,
kamu nggak usah kuatirkan aku, aku baik-baik aja. Kamu nggak usah kasihan ama
aku. Emang aku sakit tapi bukan berarti aku butuh belas kasihanmu. Kamu kuatir
karena kamu kasihan kan ama aku?” kata Ezra
“Ezra,
kamu ngomong apa barusan? Jangan mikir yang macam-macam” kata Nina yang
disambut dengan putusnya hubungan telepon, Ezra telah mematikan ponselnya.
Nina
diam, dia tidak tahu harus kemana mencari Ezra. Tiba-tiba Nina ingat cerita
Ezra tentang satu tempat pertapaannya bila Ezra ingin menyendiri. Nina pun
segera pergi dengan mobilnya menuju pantai yang tidak jauh dari kota mereka.
Dari
jauh, Nina sudah melihat Ezra duduk termenung memandang ombak, seperti orang
yang tanpa pengharapan. Nina menghampiri Ezra perlahan, lalu duduk di
sampingnya dan berkata, “Ezra, walaupun di dunia ini nggak ada seorangpun yang
bisa mengasihimu dengan tulus, tapi Yesus mengasihimu melebihi kasih siapapun
di dunia ini”
Ezra
memalingkan wajahnya pada Nina, “Nina… makasih kamu udah datang kesini. Tapi
aku sama sekali nggak butuh penghiburanmu”
“Aku
nggak datang kesini buat menghibur kamu. Cuman Yesus yang sanggup menghibur
kamu. Ezra, sampai kapan kamu hidup dalam keputusasaan dan menyalahkan Yesus?
Yesus selalu kasih yang terbaik buat kamu. pengorbananNya di kayu salib jauh
lebih berharga daripada sakit yang kamu alami. Yesus udah mati buat kamu,
menebus dosamu sehingga kamu diselamatkan dan berhak mendapatkan hidup kekal.
Apa gunanya kalo kamu sehat tapi kamu kehilangan hidup kekal? Bukannya lebih
beruntung meskipun kamu sakit tapi ada jaminan keselamatan yang akan kamu
terima asalkan kamu tetap percaya padaNya?” kata Nina sambil tersenyum.
“Nina,
kamu nggak tau apa yang aku alami dan rasain sekarang ini. Kalo kamu jadi aku,
kamu juga pasti akan kecewa” kata Ezra
“Ezra,
aku juga mengalaminya, sama seperti kamu” balas Nina. Ezra memandang Nina
dengan tatapan tak mengerti.
Nina
tertawa perlahan dan menarik napas panjang, “Ezra, kamu tuh beruntung masih
punya umur beberapa tahun lagi buat menikmati hidup ini bersama Tuhan. Hidupku
cuman hitungan hari. Tapi aku tau kemana aku pergi yaitu ke Sorga, bertemu
dengan Bapa dan aku yakin aku lebih merasa bahagia disana tanpa harus merasakan
penyakitku. Aku juga mengidap leukimia, tapi aku bersyukur karena sambil
menunggu hari dimana aku ketemu Yesus, aku boleh berdiri sampai saat ini dan
diberi kesempatan buat melayani” Mereka terdiam selama beberapa saat, Ezra coba
meresapi perkataan Nina.
“Ezra,
Yesus mengasihimu. Jangan pernah ninggalin Dia, apapun yang kita alami, kita
harus berjuang untuk tetap setia selamanya” kata Nina lembut. Ezra tidak bisa
berkata apa-apa, ia memandang Nina. Ia dulu berpikir bahwa Nina bisa tersenyum,
tertawa dan selalu menasehati hal-hal yang rohani karena ia tidak mengalami
penderitaan seperti dirinya.
“Makasih
ya… kamu ngingetin aku soal kasih Yesus yang tidak pernah habis. Aku berjanji
pada Tuhan, aku nggak akan pernah ninggalin Yesus lagi” (**)
No comments:
Post a Comment
copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com