Saturday, March 10, 2012

ROBERT-LEA: THE LOVE STORY


 ROBERT-LEA

THE LOVE STORY


Mau jujur? Bisa berlama-lamaan ngobrol sama orang sibuk itu anugerah, lho! Salah satunya pasangan ideal yang dikenal luas oleh penggemar musik rohani, Robert-Lea Sutanto. gF! emang udah lama mengincar kedua hamba Tuhan ini untuk mengisi edisi Cinta di bulan Februari. Alhasil, acara ngobrol berjalan santai dan penuh tawa, apalagi waktu nyari foto-foto pribadi mereka. Maklum, jadi ingat momen indah dan berkesan yang dialami Robert-Lea -- yang usia perkawinannya telah masuk tahun ke-13 -- bersama ketiga anaknya, Raguel Lewi (12), Kezia Charis (8) dan Ashley Carmen Sutanto (1,5).  Simak obrolan komplit yang akan menambah perbekalan rohani kamu (keterangan: R: Robert, L: Lea).

Katanya masa remaja itu masa yang indah. Gimana Anda melewatinya?
R: Waktu remaja, saya belum melayani Tuhan. Latar belakang keluarga saya bukan Kristen. Tahun 1981 baru saya kenal Tuhan di Toronto dan iman saya mulai bertumbuh, waktu itu saya umur 23 tahun.
L: Dari kecil saya hidup di gereja, orang tua saya melayani Tuhan. Saya ikut sekolah minggu, mengiringi pelayanan ibu saya sebagai pemimpin pujian sambil bermain piano. Pokoknya masa remaja saya habis di gereja. Orang tua saya selalu tekankan bahwa saya akan menerima buahnya dari apa yang saya tabur selama ini. Dan itu benar! Sekolah saya beres dan mendapat suami yang baik.

 

Love story-nya boleh dibocorin dong buat pembaca gF!….

R: Pertama kali bertemu tahun 1986. Waktu itu saya ke Indonesia mengikuti kegiatan Rantai Doa Nasional dan Kasih Melanda Jakarta. Lalu saya ketemu Lanny (kakaknya Lea, red) lalu tanya bagaimana dan dimana saya akan tinggal karena saya tidak punya tempat tinggal di sini (Jakarta, red), semua keluarga saya sudah pindah ke Toronto, Kanada. Lalu kakaknya menawari saya untuk tinggal di rumah seseorang. Dan di situlah saya ketemu Lea. Kami mulai menjalin hubungan, tapi tidak pernah dua-duaan. Kalau pergi selalu dengan teman-teman. Lalu pada bulan Oktober 1986 saya pulang ke Kanada. Sebelum pulang, saya ngomong ke orang tua Lea untuk ‘meminta’ Lea jadi istri. Orangtuanya langsung setuju. Bulan Desember tahun itu juga, saya melamar Lea lewat telepon, karena keluarga kan sudah pindah semua ke Kanada. Bulan Maret 1987, saya kembali ke Indonesia dan 6 Juni 1987 kami tunangan. Lalu 11 Januari 1988 kami ke Catatan Sipil dan 17 Januari 1988 baru pemberkatan nikah di Gereja Isa Almasih.

Ehm…apa rasanya waktu ketemu untuk pertama kalinya?
R: Biasa aja. Pertama tidak ada perasaan apa-apa, cuma sebagai teman. Tapi makin lama saya inget, sebelum saya ke Indonesia tahun 1985, saya pernah berdoa dan  dapat penglihatan, padahal saya jarang sekali dapat penglihatan. Saya lihat seorang wanita yang kulitnya tidak putih, kayak orang Hawaii begitu, rambutnya lurus panjang, dan sedang tersenyum. Persis Lea. Kan dulu rambutnya panjang lurus, tidak keriting seperti sekarang. Jadi makin lama kok saya ingat-ingat pernah ketemu di mana karena merasa sepertinya pernah kenal. Saya pun sadar bahwa ini memang dari Tuhan. Terus saya sampaikan pada Lea soal hal ini.
L: Waktu itu saya pernah berdoa pengen pasangan yang mirip-mirip seorang penyanyi yang waktu itu saya suka. Yang punya karakteristik tersendiri, yang suaranya lembut. Dan waktu ketemu Robert, kok suaranya mirip dengan penyanyi tersebut, tapi saya nggak berani mikir yang macem-macem karena saya masih umur 21 waktu itu. Saya masih seneng main musik dan punya rencana panjang tentang kegiatan musik saya. Robert bukan tipe saya, karena saya punya tipe favorit sendiri. Waktu dia ngomong soal penglihatannya, saya cek lagi. Tapi seakan-akan Tuhan bicara secara langsung bahwa ini calon suami saya. Bagi sebagian orang mereka tidak percaya, karena saya dikenal sebagai orang yang  tidak pernah berpikir untuk menikah dalam usia muda. Tapi ketika saya mengambil keputusan “iya”, dan tahun depannya langsung tunangan dan menikah, orang-orang jadi bingung. Karena menurut mereka, saya masih kekanak-kanakan.
Waktu ketemu Robert pertama kali, rasanya biasa saja. Saya punya banyak teman laki-laki yang usianya lebih tua dan saya anggap kakak saya. Perasaan cinta timbul setelah masing-masing tahu itu dari Tuhan, yaitu setelah dilamar.

Dulunya apakah masing-masing merasa bahwa inilah pasangan ideal?
(Robert dan Lea menjawab kompak: TIDAK)
R: Dulu belum merasa ini pasangan ideal, tapi sekarang setelah menikah, iya. Karena ternyata punya banyak kesamaan.

Ngomong-ngomong pacarannya gak terlalu lama juga, ya. Trus dengan proses perkenalan yang gak lama, gimana mengatasi pertengkaran selama ini?
R: Pertengkaran ada, tapi tidak banyak, karena memang kami punya banyak kesamaan. Kalaupun ada kita selesaikan dengan saling terbuka, saling jujur.

Katanya suami-istri itu harus jujur. So, nggak ada batasan kejujuran di antara Anda berdua?

R: Harus seluruhnya, tidak ada batas. Dalam arti Lea tahu sifat saya. Orang yang paling deket bagi saya di dunia adalah istri saya, kalau dengan orang lain saya ada jarak, tapi kalo istri saya enggak. Jadi apa yang dirasa, dipikirkan pasti diomongin. Orang dunia punya pikiran, kalau baru nikah, kasih 25% terbukanya, lama-lama 50%, lalu 75%, jangan pernah sampe 100%. Kalau saya tidak, pertama harus 100% terbuka, jadi saya tidak biasa menyimpan sesuatu, kecuali untuk urusan kantor dan  organisasi. Soalnya kalo saya ngomong pun Lea tidak akan ngerti, malah tambah ruwet, kasihan kan dia.

Anda berdua banyak disukai orang lho. Jadi pasangan favorit, gitu. Apakah itu jadi beban?
R: Puji Tuhan kalau orang melihat seperti itu. Tidak ada beban buat kami, karena sesuai Firman Tuhan di Yesaya 60, ‘Bangkit dan menjadi teranglah’. Kehidupan setiap kita memang harusnya demikian, disukai banyak orang karena ada terang.

Kapan punya waktu untuk anak-anak dengan kesibukan pelayanan yang begitu padat?
R: Ada quality time. Ada waktu-waktu tertentu yang sangat penting kita prioritaskan untuk anak-anak. Kalau ada di Jakarta kami selalu mengutamakan anak-anak, bisa jalan sama-sama, dan sebagainya. Kalau di luar kota pun kami selalu menelepon.
L: Walau nggak ada di rumah, kita share lewat telepon, supaya mereka tetap merasakan kehadiran kita lewat telepon. Kami pun tahu masalah apa yang mereka hadapi, bagaimana sekolah mereka, dan hal-hal lain.

Apa yang Anda inginkan bagi anak-anak Anda?

R: Pertama ya jadi hamba Tuhan, bukan berarti jadi fulltimer. Kalaupun mereka bekerja biarlah bekerja sebagai hamba Tuhan. Sebenarnya keinginan kami adalah supaya mereka melayani Tuhan sedini mungkin. Kalau mereka bertumbuh dalam pelayanan, mereka akan berhasil juga dalam kehidupan mereka. Lalu di situ akan menentukan, apakah Tuhan panggil mereka sebagai hamba Tuhan fulltime, itu kita lihat, karena itu kan proses yang bertahap. Ada yang orangtuanya hamba Tuhan tapi anak-anaknya tidak ada yang jadi hamba Tuhan, atau anak-anaknya hanya separuh yang hamba Tuhan atau seluruhnya jadi hamba Tuhan. Yang penting sedini mungkin mereka terlibat melayani Tuhan.

Kiat Anda menghadapi masalah dengan anak?

R: Kami ajar untuk selalu terbuka. Kadang anak-anak berbuat kesalahan dan saya bawa mereka untuk mendekat kepada Tuhan.

 

Gimana caranya untuk bisa mempertahankan cinta yang menyala kepada pasangan?

R: Pertama-tama kita harus mendekat ke Tuhan. Cinta ke Tuhan dulu, otomatis hubungan kami nggak ada problem.

Pernah gak merasa hambar?
R: Enggak (Lea menjawab sama)! Karena pengalaman-pengalaman unik yang banyak kami dapat bersama Tuhan sehingga kami bisa terus menjaga kasih mula-mula antar kami. Kadang-kadang kalau teringat kejadian-kejadian lucu, kami bisa tertawa cekikikan. Pernah waktu itu dari Frankfurt ke Rotterdam kita kesasar. Waktu itu mau pelayanan, berdua di stasiun bingung, mana anginnya kenceng lagi. Eh tiba-tiba ada orang item, keriting, pake jas oranye, tanya kita gini : “Broer Robert, sus Lea?”, kami tidak pernah kenal dia. Eh ternyata si masinis kereta, akhirnya dia yang antar kita sampai ke tempat tujuan.

Bagi-bagi dong resep menjaga pernikahan biar tetap awet…

R: Pertama kita masing-masing harus tahu tujuan hidup kita dalam Tuhan. Seperti saya dan Lea, punya panggilan penggembalaan misi. Karena kami mengerti panggilan kita dalam Tuhan, maka akan ada komunikasi satu sama lain yang terbina baik, sehingga tidak ada masalah. Kedua, menekuni panggilan Tuhan. Ada orang yang menerima panggilan Tuhan tapi tidak menekuninya.

Ada prinsip yang bilang kalau hubungan ke Tuhan baik, hubungan (suami-istri) pasti baik, apakah itu betul?
R: Iya betul. Kalau hubungan suami ke Tuhan bener tapi hubungan istri ke Tuhan lagi nggak bener, maka akan timbul problem. Begitu juga sebaliknya. Apalagi kalau istri/suami belum kenal Tuhan, wah itu sulit. Saya percaya, bahwa hubungan keluarga yang bahagia adalah bila hubungan suami dengan Tuhan benar, dan hubungan istri dengan Tuhan juga benar.

Jujur, sebagian besar anak muda belum terlalu ngerti apa arti cinta mula-mula sama Tuhan. Gimana?
R: Sebenarnya cinta mula-mula sama Tuhan itu tidak terlalu berbeda pada waktu orang jatuh cinta pada sesamanya. Prinsip dasarnya sama yaitu waktu mula-mula pacaran, kita selalu mikirin dia, telponan, pengen ketemu, pengen tau apa kabarnya, gimana perasaannya, apa yang lagi dia pikirin, dll. Seolah-olah problem dia jadi problem kita. Hati dia jadi hati kita. Nah, sebenarnya dengan Tuhan begitu juga. Kita hanya mau menyenangkan Tuhan.  Pertama kita mau tahu kehendak Tuhan, akibat kedua ketika kita mengenal Tuhan adalah kita rindu melayaniNya.
Masalahnya ketika orang yang cinta mula-mulanya mulai pudar, mereka tidak lagi mengasihi Tuhan. Lunturnya cinta bisa kecewa karena doanya belum terjawab atau pergumulan yang disebabkan dosanya.

Kenapa ada banyak anak muda yang tidak bisa memelihara cinta mula-mula kepada Tuhan?
L: Bisa jadi karena pacaran sama orang yang nggak seiman. Atau karena sekarang banyak daya tarik dunia yang lebih kuat sehingga mereka lebih seneng hura-hura. Dan hubungannya sama Tuhan pun terpolusi.
R: Banyak anak-anak muda belum stabil. Tingkatannya begini, remaja belum stabil, setelah dewasa dan menikah baru mulai stabil, dan lama setelah menikah baru semakin stabil.

Trus gimana cara memelihara kasih mula-mula kita kepada Tuhan?

R: Sebenarnya saya juga sedang berpikir apa yang membuat kami terus ada dalam cinta mula-mula. Saya percaya ini karena tuntunan Tuhan dan berkat doa puasa yang menjadi bagian hidup kami sehari-hari. Kembali lagi pada hati yang tulus. Pesan Tuhan di tahun 2001 adalah jaga kemurnian hati. Apa adanya di hadapan Tuhan dan cinta itu pasti terus ada. Tentunya saat teduh dan merenungkan firman Tuhan juga tidak dilupakan.

Pastinya banyak sekali menemuia anak-anak muda yang sudah meninggalkan kasih mula-mulanya kepada Tuhan, bagaimana anda melayaninya?
R: Semakin hari kita harus lebih sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Lalu perlu sekali pelayanan caring ministry. Caring  yang artinya belas kasihan, memperhatikan akan membantu anak-anak muda mengatasi rasa bosannya, bangkit dari semangat yang lagi down, dan kembali ke cinta mula-mulanya. Seperti anak saya yang pertama, Lewi, ada waktu dia begitu bersemangat melayani Tuhan, baca Firman Tuhan, tapi ada kalanya dia lebih tertarik komik-komik, nonton TV, dll. Nah di waktu itulah sebagai orangtua, kami membantu dia untuk kembali bersemangat lagi mengasihi dan melayani Tuhan. Lewat kelompok sel, Family Altar, retret, dll inilah caring ministry dapat terwujud. Intinya pelayanan caring ini sangat penting.

Kedua album terakhir (More of You & Deeper In Love, red) banyak berbicara tentang keintiman. Kenapa?

L:  Waktu itu kami banyak masuk menara doa yang berbicara tentang keintiman dengan Tuhan. Pesan tentang keintiman itu yang masuk dalam hati kami. Saat itu Tuhan kasih melodi ke saya, lalu saya diskusikan dengan Robert. Setelah itu baru dikembangkan. Kata-katanya gak langsung sekali jadi. Direnungkan lagi kira-kira ada kesulitan-kesulitan nggak buat dinyanyikan seperti itu oleh jemaat. Terus ditimbang lagi dari segi teknisnya, penjiwaannya, antara lagu dengan lirik sampai akhirnya kita berdua sreg.

Pasti ada cerita khusus tentang lagu Deeper in Love yang meledak itu….
R: Ini kesaksian khusus ya. Awalnya saat merekam album More of You, bagi kami itu merupakan breakthrough karena belum pernah satu album isinya dwibahasa, Inggris dan Indonesia. Pergumulannya adalah bagaimana kalau orang nggak suka, bingung kok kayak begini, tapi ternyata album itu berhasil.
Lalu dibuatlah album kedua. Lagu Deeper in love itu sendiri sebenarnya lagu ciptaan yang terakhir. Dalam proses pembuatannya kami benar-benar tidak tau kapan target keluarnya, soalnya saat itu kami banyak keluar masuk pelayanan di luar negri. Jadi bikinnya nyicil, dari bulan ke bulan, baru direkam. Lagu Deeper in love kami dapat waktu berangkat ke Amerika. Di pesawat kami dapat melodinya dan langsung ditulis notnya. Setelah itu kita ke Melbourne. Kaset akan diberi judul Deeper in love, tapi lagunya yang belum kelar. Akhirnya pulang dari Melbourne (Juli, red) kami rekam lagu itu untuk dibuat sample. Bulan September waktu pelayanan di Amerika kami naik mobil dan sepanjang jalan kaset itu diputar berulang-ulang. Kami merasakan hadirat Tuhan yang kuat. Langsung pembuatan album dirampungkan dalam waktu 1 minggu. Semua berkat bantuan teman-teman. Secara khusus gembala kami (Ir. Niko Njotorahardjo, red) ikut mengaransemen lagu Deeper In Love. Beliau menyarankan agar ada tambahan biola, string dan gitar, disuruh juga tanpa drum.   Waktu kami menyanyikan lagu Deeper In Love dalam perayaan Pondok Daun di Yerusalem bulan November lalu,  ternyata banyak orang asing diberkati. Bahkan ada yang ingin belajar lagunya dalam bahasa Indonesia. Mereka tertarik dengan puji-pujian Indonesia. Kami bersyukur lagu itu telah menjadi berkat bagi banyak orang.

 

(ahs, foto: ai + dokumen pribadi)



Copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com


MamaOla