ROBERT-LEA
THE LOVE STORY
Mau
jujur? Bisa berlama-lamaan ngobrol sama orang sibuk itu anugerah, lho! Salah
satunya pasangan ideal yang dikenal luas oleh penggemar musik rohani,
Robert-Lea Sutanto. gF! emang udah lama mengincar kedua hamba Tuhan ini
untuk mengisi edisi Cinta di bulan Februari. Alhasil, acara ngobrol berjalan
santai dan penuh tawa, apalagi waktu nyari foto-foto pribadi mereka. Maklum,
jadi ingat momen indah dan berkesan yang dialami Robert-Lea -- yang usia
perkawinannya telah masuk tahun ke-13 -- bersama ketiga anaknya, Raguel Lewi
(12), Kezia Charis (8) dan Ashley Carmen Sutanto (1,5). Simak obrolan komplit yang akan menambah
perbekalan rohani kamu (keterangan: R: Robert, L: Lea).
Katanya
masa remaja itu masa yang indah. Gimana Anda melewatinya?
R:
Waktu remaja, saya belum melayani Tuhan.
Latar belakang keluarga saya bukan Kristen. Tahun 1981 baru saya kenal Tuhan di
Toronto dan iman saya mulai bertumbuh, waktu itu saya umur 23 tahun.
L:
Dari kecil saya hidup di gereja, orang tua
saya melayani Tuhan. Saya ikut sekolah minggu, mengiringi pelayanan ibu saya
sebagai pemimpin pujian sambil bermain piano. Pokoknya masa remaja saya habis
di gereja. Orang tua saya selalu tekankan bahwa saya akan menerima buahnya dari
apa yang saya tabur selama ini. Dan itu benar! Sekolah saya beres dan mendapat
suami yang baik.
Love story-nya boleh dibocorin dong buat pembaca gF!….
R:
Pertama kali bertemu tahun 1986. Waktu itu
saya ke Indonesia mengikuti kegiatan Rantai Doa Nasional dan Kasih Melanda
Jakarta. Lalu saya ketemu Lanny (kakaknya Lea, red) lalu tanya bagaimana dan
dimana saya akan tinggal karena saya tidak punya tempat tinggal di sini
(Jakarta, red), semua keluarga saya sudah pindah ke Toronto, Kanada. Lalu
kakaknya menawari saya untuk tinggal di rumah seseorang. Dan di situlah saya
ketemu Lea. Kami mulai menjalin hubungan, tapi tidak pernah dua-duaan. Kalau
pergi selalu dengan teman-teman. Lalu pada bulan Oktober 1986 saya pulang ke
Kanada. Sebelum pulang, saya ngomong ke orang tua Lea untuk ‘meminta’ Lea jadi
istri. Orangtuanya langsung setuju. Bulan Desember tahun itu juga, saya melamar
Lea lewat telepon, karena keluarga kan sudah pindah semua ke Kanada. Bulan
Maret 1987, saya kembali ke Indonesia dan 6 Juni 1987 kami tunangan. Lalu 11
Januari 1988 kami ke Catatan Sipil dan 17 Januari 1988 baru pemberkatan nikah
di Gereja Isa Almasih.
Ehm…apa
rasanya waktu ketemu untuk pertama kalinya?
R:
Biasa aja. Pertama tidak ada perasaan
apa-apa, cuma sebagai teman. Tapi makin lama saya inget, sebelum saya ke Indonesia
tahun 1985, saya pernah berdoa dan dapat
penglihatan, padahal saya jarang sekali dapat penglihatan. Saya lihat seorang
wanita yang kulitnya tidak putih, kayak orang Hawaii begitu, rambutnya lurus
panjang, dan sedang tersenyum. Persis Lea. Kan dulu rambutnya panjang lurus,
tidak keriting seperti sekarang. Jadi makin lama kok saya ingat-ingat pernah
ketemu di mana karena merasa sepertinya pernah kenal. Saya pun sadar bahwa ini
memang dari Tuhan. Terus saya sampaikan pada Lea soal hal ini.
L:
Waktu itu saya pernah berdoa pengen
pasangan yang mirip-mirip seorang penyanyi yang waktu itu saya suka. Yang punya
karakteristik tersendiri, yang suaranya lembut. Dan waktu ketemu Robert, kok
suaranya mirip dengan penyanyi tersebut, tapi saya nggak berani mikir yang
macem-macem karena saya masih umur 21 waktu itu. Saya masih seneng main musik
dan punya rencana panjang tentang kegiatan musik saya. Robert bukan tipe saya,
karena saya punya tipe favorit sendiri. Waktu dia ngomong soal penglihatannya,
saya cek lagi. Tapi seakan-akan Tuhan bicara secara langsung bahwa ini calon
suami saya. Bagi sebagian orang mereka tidak percaya, karena saya dikenal
sebagai orang yang tidak pernah berpikir
untuk menikah dalam usia muda. Tapi ketika saya mengambil keputusan “iya”, dan
tahun depannya langsung tunangan dan menikah, orang-orang jadi bingung. Karena
menurut mereka, saya masih kekanak-kanakan.
Waktu
ketemu Robert pertama kali, rasanya biasa saja. Saya punya banyak teman
laki-laki yang usianya lebih tua dan saya anggap kakak saya. Perasaan cinta
timbul setelah masing-masing tahu itu dari Tuhan, yaitu setelah dilamar.
Dulunya
apakah masing-masing merasa bahwa inilah pasangan ideal?
(Robert
dan Lea menjawab kompak: TIDAK)
R:
Dulu belum merasa ini pasangan ideal, tapi sekarang setelah menikah, iya.
Karena ternyata punya banyak kesamaan.
Ngomong-ngomong pacarannya gak terlalu lama juga, ya. Trus dengan
proses perkenalan yang gak lama, gimana mengatasi pertengkaran selama ini?
R:
Pertengkaran ada, tapi tidak banyak, karena memang kami punya banyak kesamaan.
Kalaupun ada kita selesaikan dengan saling terbuka, saling jujur.
Katanya suami-istri itu harus jujur. So, nggak ada batasan kejujuran di antara Anda berdua?
R:
Harus seluruhnya, tidak ada batas. Dalam
arti Lea tahu sifat saya. Orang yang paling deket bagi saya di dunia adalah
istri saya, kalau dengan orang lain saya ada jarak, tapi kalo istri saya
enggak. Jadi apa yang dirasa, dipikirkan pasti diomongin. Orang dunia punya
pikiran, kalau baru nikah, kasih 25% terbukanya, lama-lama 50%, lalu 75%,
jangan pernah sampe 100%. Kalau saya tidak, pertama harus 100% terbuka, jadi
saya tidak biasa menyimpan sesuatu, kecuali untuk urusan kantor dan organisasi. Soalnya kalo saya ngomong pun Lea
tidak akan ngerti, malah tambah ruwet, kasihan kan dia.
Anda berdua banyak disukai orang lho. Jadi pasangan favorit, gitu.
Apakah itu jadi beban?
R:
Puji Tuhan kalau orang melihat seperti itu.
Tidak ada beban buat kami, karena sesuai Firman Tuhan di Yesaya 60, ‘Bangkit
dan menjadi teranglah’. Kehidupan setiap kita memang harusnya demikian, disukai
banyak orang karena ada terang.
Kapan punya waktu untuk anak-anak dengan kesibukan pelayanan yang
begitu padat?
R:
Ada quality time. Ada waktu-waktu
tertentu yang sangat penting kita prioritaskan untuk anak-anak. Kalau ada di
Jakarta kami selalu mengutamakan anak-anak, bisa jalan sama-sama, dan
sebagainya. Kalau di luar kota pun kami selalu menelepon.
L:
Walau nggak ada di rumah, kita share
lewat telepon, supaya mereka tetap merasakan kehadiran kita lewat telepon. Kami
pun tahu masalah apa yang mereka hadapi, bagaimana sekolah mereka, dan hal-hal
lain.
Apa yang Anda inginkan bagi anak-anak Anda?
R:
Pertama ya jadi hamba Tuhan, bukan berarti
jadi fulltimer. Kalaupun mereka bekerja biarlah bekerja sebagai hamba
Tuhan. Sebenarnya keinginan kami adalah supaya mereka melayani Tuhan sedini
mungkin. Kalau mereka bertumbuh dalam pelayanan, mereka akan berhasil juga
dalam kehidupan mereka. Lalu di situ akan menentukan, apakah Tuhan panggil
mereka sebagai hamba Tuhan fulltime, itu kita lihat, karena itu kan
proses yang bertahap. Ada yang orangtuanya hamba Tuhan tapi anak-anaknya tidak
ada yang jadi hamba Tuhan, atau anak-anaknya hanya separuh yang hamba Tuhan
atau seluruhnya jadi hamba Tuhan. Yang penting sedini mungkin mereka terlibat
melayani Tuhan.
Kiat Anda menghadapi masalah dengan anak?
R:
Kami ajar untuk selalu terbuka. Kadang
anak-anak berbuat kesalahan dan saya bawa mereka untuk mendekat kepada Tuhan.
Gimana caranya untuk bisa mempertahankan cinta yang menyala kepada pasangan?
R:
Pertama-tama kita harus mendekat ke Tuhan.
Cinta ke Tuhan dulu, otomatis hubungan kami nggak ada problem.
Pernah
gak merasa hambar?
R:
Enggak (Lea menjawab sama)! Karena pengalaman-pengalaman unik yang banyak kami
dapat bersama Tuhan sehingga kami bisa terus menjaga kasih mula-mula antar
kami. Kadang-kadang kalau teringat kejadian-kejadian lucu, kami bisa tertawa
cekikikan. Pernah waktu itu dari Frankfurt ke Rotterdam kita kesasar. Waktu itu
mau pelayanan, berdua di stasiun bingung, mana anginnya kenceng lagi. Eh
tiba-tiba ada orang item, keriting, pake jas oranye, tanya kita gini : “Broer
Robert, sus Lea?”, kami tidak pernah kenal dia. Eh ternyata si masinis
kereta, akhirnya dia yang antar kita sampai ke tempat tujuan.
Bagi-bagi dong resep menjaga pernikahan biar tetap awet…
R:
Pertama kita masing-masing harus tahu
tujuan hidup kita dalam Tuhan. Seperti saya dan Lea, punya panggilan
penggembalaan misi. Karena kami mengerti panggilan kita dalam Tuhan, maka akan
ada komunikasi satu sama lain yang terbina baik, sehingga tidak ada masalah.
Kedua, menekuni panggilan Tuhan. Ada orang yang menerima panggilan Tuhan tapi
tidak menekuninya.
Ada prinsip yang bilang kalau hubungan ke Tuhan baik, hubungan
(suami-istri) pasti baik, apakah itu betul?
R:
Iya betul. Kalau hubungan suami ke Tuhan
bener tapi hubungan istri ke Tuhan lagi nggak bener, maka akan timbul problem.
Begitu juga sebaliknya. Apalagi kalau istri/suami belum kenal Tuhan, wah itu
sulit. Saya percaya, bahwa hubungan keluarga yang bahagia adalah bila hubungan
suami dengan Tuhan benar, dan hubungan istri dengan Tuhan juga benar.
Jujur, sebagian besar anak muda belum terlalu ngerti apa arti cinta
mula-mula sama Tuhan. Gimana?
R:
Sebenarnya cinta mula-mula sama Tuhan itu tidak terlalu berbeda pada waktu
orang jatuh cinta pada sesamanya. Prinsip dasarnya sama yaitu waktu mula-mula
pacaran, kita selalu mikirin dia, telponan, pengen ketemu, pengen tau apa
kabarnya, gimana perasaannya, apa yang lagi dia pikirin, dll. Seolah-olah
problem dia jadi problem kita. Hati dia jadi hati kita. Nah, sebenarnya dengan
Tuhan begitu juga. Kita hanya mau menyenangkan Tuhan. Pertama kita mau tahu kehendak Tuhan, akibat
kedua ketika kita mengenal Tuhan adalah kita rindu melayaniNya.
Masalahnya
ketika orang yang cinta mula-mulanya mulai pudar, mereka tidak lagi mengasihi
Tuhan. Lunturnya cinta bisa kecewa karena doanya belum terjawab atau pergumulan
yang disebabkan dosanya.
Kenapa ada banyak anak muda yang tidak bisa memelihara cinta mula-mula
kepada Tuhan?
L:
Bisa jadi karena pacaran sama orang yang
nggak seiman. Atau karena sekarang banyak daya tarik dunia yang lebih kuat
sehingga mereka lebih seneng hura-hura. Dan hubungannya sama Tuhan pun
terpolusi.
R:
Banyak anak-anak muda belum stabil.
Tingkatannya begini, remaja belum stabil, setelah dewasa dan menikah baru mulai
stabil, dan lama setelah menikah baru semakin stabil.
Trus gimana cara memelihara kasih mula-mula kita kepada Tuhan?
R:
Sebenarnya saya juga sedang berpikir apa yang membuat kami terus ada dalam
cinta mula-mula. Saya percaya ini karena tuntunan Tuhan dan berkat doa puasa
yang menjadi bagian hidup kami sehari-hari. Kembali lagi pada hati yang tulus.
Pesan Tuhan di tahun 2001 adalah jaga kemurnian hati. Apa adanya di hadapan
Tuhan dan cinta itu pasti terus ada. Tentunya saat teduh dan merenungkan firman
Tuhan juga tidak dilupakan.
Pastinya banyak sekali menemuia
anak-anak muda yang sudah meninggalkan kasih mula-mulanya kepada Tuhan,
bagaimana anda melayaninya?
R:
Semakin hari kita harus lebih sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Lalu perlu
sekali pelayanan caring ministry. Caring yang artinya belas kasihan, memperhatikan akan
membantu anak-anak muda mengatasi rasa bosannya, bangkit dari semangat yang
lagi down, dan kembali ke cinta mula-mulanya. Seperti anak saya yang
pertama, Lewi, ada waktu dia begitu bersemangat melayani Tuhan, baca Firman
Tuhan, tapi ada kalanya dia lebih tertarik komik-komik, nonton TV, dll. Nah di
waktu itulah sebagai orangtua, kami membantu dia untuk kembali bersemangat lagi
mengasihi dan melayani Tuhan. Lewat kelompok sel, Family Altar, retret, dll
inilah caring ministry dapat terwujud. Intinya pelayanan caring
ini sangat penting.
Kedua album terakhir (More of You & Deeper In Love, red) banyak berbicara tentang keintiman. Kenapa?
L:
Waktu itu kami banyak masuk menara doa yang
berbicara tentang keintiman dengan Tuhan. Pesan tentang keintiman itu yang
masuk dalam hati kami. Saat itu Tuhan kasih melodi ke saya, lalu saya
diskusikan dengan Robert. Setelah itu baru dikembangkan. Kata-katanya gak
langsung sekali jadi. Direnungkan lagi kira-kira ada kesulitan-kesulitan nggak
buat dinyanyikan seperti itu oleh jemaat. Terus ditimbang lagi dari segi
teknisnya, penjiwaannya, antara lagu dengan lirik sampai akhirnya kita berdua sreg.
Pasti
ada cerita khusus tentang lagu Deeper in Love yang meledak itu….
R:
Ini kesaksian khusus ya. Awalnya saat
merekam album More of You, bagi kami itu merupakan breakthrough
karena belum pernah satu album isinya dwibahasa, Inggris dan Indonesia. Pergumulannya
adalah bagaimana kalau orang nggak suka, bingung kok kayak begini, tapi
ternyata album itu berhasil.
Lalu
dibuatlah album kedua. Lagu Deeper in love itu sendiri sebenarnya lagu
ciptaan yang terakhir. Dalam proses pembuatannya kami benar-benar tidak tau
kapan target keluarnya, soalnya saat itu kami banyak keluar masuk pelayanan di
luar negri. Jadi bikinnya nyicil, dari bulan ke bulan, baru direkam. Lagu Deeper
in love kami dapat waktu berangkat ke Amerika. Di pesawat kami dapat
melodinya dan langsung ditulis notnya. Setelah itu kita ke Melbourne. Kaset
akan diberi judul Deeper in love, tapi lagunya yang belum kelar.
Akhirnya pulang dari Melbourne (Juli, red) kami rekam lagu itu untuk dibuat sample.
Bulan September waktu pelayanan di Amerika kami naik mobil dan sepanjang jalan
kaset itu diputar berulang-ulang. Kami merasakan hadirat Tuhan yang kuat.
Langsung pembuatan album dirampungkan dalam waktu 1 minggu. Semua berkat
bantuan teman-teman. Secara khusus gembala kami (Ir. Niko Njotorahardjo, red)
ikut mengaransemen lagu Deeper In Love. Beliau menyarankan agar ada
tambahan biola, string dan gitar, disuruh juga tanpa drum. Waktu kami menyanyikan lagu Deeper In
Love dalam perayaan Pondok Daun di Yerusalem bulan November lalu, ternyata banyak orang asing diberkati. Bahkan
ada yang ingin belajar lagunya dalam bahasa Indonesia. Mereka tertarik dengan
puji-pujian Indonesia. Kami bersyukur lagu itu telah menjadi berkat bagi banyak
orang.
(ahs, foto: ai + dokumen pribadi)
Copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com
No comments:
Post a Comment
copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com