JOSEPH S. DJAFAR :
“Musik rohani bagaikan cincin mas kawin…”
Tak bisa dipungkiri, musik rohani maju pesat. Bahkan dalam hal aransemen musik pun tak lagi ketinggalan jaman, makin kaya warnanya. Kalau tahun 80-an nama-nama macam Willy Sumantri, Herry Priyonggo, Januar Ishak, dll dikenal sebagai musisi sekaligus penata musik atau music arranger, maka mendekati abad 21 bakat-bakal baru bermunculan, memberi warna segar pada musik rohani Indonesia. Ada Iman ‘Pongky’ Prasetyo, Hans Kurniawan, Michael Chandra, dan Joseph S. Djafar.
MY IDENTITY
Nama lengkap : Joseph Setiawan Djafar
Nama panggilan : Ocep
Tempat/tanggal lahir : Semarang, 26 Agustus 1976
Nama ortu : Ilyas Agung Djafar
Hobby : Musik dan berenang
Makanan favorit : Es Krim
Minuman favorit : Capuccino
Pendidikan terakhir : Sarjana Teknik Elektro Univ. Trisakti, Jakarta
Masih muda, dalam usianya yang baru 24 tahun tahun ini Joseph S. Djafar telah menangani + 30 album rohani dengan aransemen musik yang segar dan kreatif. Beberapa diantaranya : Giving My Best 1-3, JAM, True Worshipper 2, Mewarnai Dunia, Nyanyian Hati – Farah P., Pelita Hati – Jefrey S. Tjandra, Accoustic Worship Unplugged Vol.1 (terbaru), dll. Selain seorang pemain piano, keyboard dengan prestasi segudang, belakangan cowok jangkung kelahiran Semarang, 26 Agustus 1976 ini dikenal sebagai pencipta lagu rohani. Beberapa karyanya : Aku Berterima Kasih, Sobat yang Kuperlu, You are My Keeper, Karya Yang Mulia, Someone Cares, Allah yang Setia, dll.
Bakatnya sudah terlihat sejak awal. Diusia yang baru 11 tahun, Joseph sudah menyelesaikan sekolah musik di Royal School. Pernah juara piano Tingkat Nasional Lintas Artha selama 6 kali, merebut Most Outstanding Perfomance untuk kompetisi nasional tahun 1986, mendapat penghargaan dari Kedutaan Belanda untuk musik etnis Indonesia-Belanda, terima penghargaan JOC Concert tahun 1988 di Jepang, dan seabrek prestasi lainnya.
Sekalipun dilatarbelakangi keluarga yang semuanya pianis tulen, jangan dikira anak bungsu dari 6 bersaudara ini berhasil tanpa kerja keras. Punya orang tua yang disiplin, sejak umur 5 tahun Joseph sudah terbiasa dengan jadwal musik yang padat. Jarak usia delapan tahun dengan kakak nomor lima, membuat anak cowok satu-satunya ini suka menyendiri dan kuper (kurang pergaulan, red). Belum lagi kakak-kakaknya harus pindah ke Jakarta, sedang Joseph yang baru kelas 6 SD tinggal dengan ortu yang sudah berusia 50 tahun ke atas, maka musiklah yang menjadi teman Joseph saat kesepian. Rasa minder karena dimasa itu tubuhnya gemuk, ejekan teman mengenai dirinya yang nggak gaul, nggak keren dibandingkan semua kakaknya, telah memacu Joseph belajar piano dengan keras. Umur 8 tahun Joseph sudah punya jam latihan 4-5 per hari, tak jarang jatuh sakit gara-gara kecapekan. Sebab hanya dengan main piano, Joseph merasa dirinya eksis di mata orang.
“Kalau saya nggak dihargai karena penampilan saya, maka saya harus dihargai orang dari prestasi saya!”
Kelas satu SMP Joseph pindah ke Jakarta. Karena nggak cocok dengan pergaulan di Jakarta, sifat Joseph makin tertutup dan menenggelamkan diri dalam musik. Kemudian keluarganya mengalami goncangan ekonomi. Joseph bahkan terancam berhenti les musik yang memang tidak murah biayanya. Tapi karena bakat musiknya yang tergolong jenius, banyak yang mensponsori biayanya sampai tamat. Bahkan tawaran beasiswa dari sekolah musik di Australia dan Toronto-Canada datang, tapi tidak diambilnya karena takut tidak mampu membiayai hidup di sana. Hal ini cukup membuat Joseph kecewa dan merasa down.
Namun rupanya Tuhan punya rencana lain. Di gereja tempatnya melayani sebagai keyboardist, Joseph dipercayakan untuk melatih para pemusik. Tak lama kemudian ditarik Symphony Music menjadi salah satu keyboardist. Sempat juga jadi guru piano klasik. Secara perlahan Tuhan memulihkan hidup Joseph. Kepercayaan dan kesempatan yang diberikan telah membentuk Joseph sehingga berani memimpin, punya wibawa, dan tidak gugupan lagi.
Tawaran pertama untuk mengaransemen musik datang dari Willy Soemantri, yaitu album solo piano Joseph berjudul Kemurahan Tuhan, yang sempat meledak. Berlanjut di album Giving My Best I tahun 1996, pelan-pelan nama Joseph mulai dipercaya sebagai music arranger.
“Prinsip saya, musik yang saya aransemen harus jadi berkat bagi orang lain. Untuk ke sana saya nggak bisa bergantung pada talenta dan skill saja, tapi harus mengandalkan Tuhan sebagai sumber urapan. Jika keduanya jalan, maka apa yang kita buat akan disukai dan jadi berkat bagi yang membutuhkannya. Dengan kata lain albumnya meledak.”
Tidak hanya dari kalangan rohani, tapi tawaran untuk menangani musik sekuler berdatangan. Meskipun Joseph memuji keprofesionalan musik dunia yang menurutnya semua teratur dengan rapi dan transparan, baik itu aransemen, rekaman, marketing, dan keuangan, tapi bagi Joseph:
“Komitmen saya adalah terus melayani Tuhan dengan talenta saya. Dengan talenta inilah saya bisa memuji dan memuliakan namaNya. Musik rohani bagaikan cincin mas kawin yang saya berikan kepada Tuhan. Saya nggak akan beralih ke musik sekuler meski itu menawarkan uang yang lebih banyak.”
Dengan kesibukan yang padat, di waktu luangnya Joseph memilih tinggal di rumah atau ke pantai, yang penting suasananya sepi dan tenang. Menurut Joseph yang paling tidak suka keramaian dan ribut-ribut, suasana yang sepi bisa menentramkan hati dan pikiran.
Kini, hasil dari sekian proyek yang digarap, Joseph berhasil membangun studio rekaman miliknya sendiri yang berlokasi di rumah sendiri. Selain itu, bersama dua rekannya Joseph juga membuat studio di daerah Pancoran. Tujuannya untuk disewakan dalam arti untuk menambah pendapatan, sekaligus melahirkan dan melipatgandakan bibit-bibit baru dibidang musik.
“Saya tidak berhenti belajar. Sekarangpun saya sedang belajar audio engineering dan digital recording. Saya terus menggali ilmu, baca buku sebanyak mungkin. Selain itu, saya sering rekaman di MIDI Lab dan melihat Erwin Gutawa, Aminoto Kosin latihan. Saya ambil pelajaran yang berguna untuk perkembangan karir musik saya.“
TIPS SUKSES ALA JOSEPH
Jangan pernah jadi orang lain, jadilah diri sendiri apa adanya. Kalau mau jadi kayak orang lain, artinya kita nggak mau jadi kepala tapi ekor. Tuhan kasih talenta buat tiap orang yang harus dikembangkan sesuai kemampuan masing-masing, bukan untuk ikut-ikutan/meniru orang lain. Karena kita semua punya keunikan masing-masing yang berbeda dengan orang lain
Jangan pernah berhenti belajar
Tekun. Artinya mau korban waktu, tenaga, perasaan, mental, termasuk siap dicerca orang (tahan malu). Ketekunan itu kunci keberhasilan dalam bidang apapun yang kita lakukan
MINAT JADI ‘TUKANG ARANSEMEN’ (MUSIC ARRANGER)? BEGINI KATA JOSEPH :
jangan pernah berhenti untuk berkreasi. Jangan selalu minder dan merasa apa yang kita hasilkan itu jelek. Soal orang nggak suka dengan karya kita, itu relatif. Kalau karya kita dikritik, jadikan itu dorongan untuk koreksi diri dan kembangkan supaya kita jangan bertumbuh sesuai dengan selera orang
Secara teknis seorang arranger harus punya wawasan musik yang luas tentang warna-warna musik
punyai waktu belajar segala macam alat musik
banyak baca buku, dengar kaset dan berita tentang perkembangan musik
harus berani bereksperimen, menciptakan lagu sendiri. Karena rata-rata arranger yang baik itu belajar dari menciptakan lagu sendiri
ti
Tahun lahirnya benarkah?
ReplyDeleteHallo josep.. Syaloom
ReplyDeleteSenang berkenalan.
Sy minat mau buat musik arreger.. Sy dH memiliki 10 buah lagu.. Sy senang jika dapat dibantu mas josep. Tx balas. Gbu.
Email saya. Firdauzok@gmail.com txx. Gbu
ReplyDelete