Semuanya Sudah
Terlambat
Oleh Rudy
Aku merasa tubuhku
sangat ringan, bahkan seperti melayang di atas lantai. Aku tersadar ketika aku
mendengar suara orang-orang sedang menangis. Kupandang orang-orang
disekelilingku, aku terkejut ketika melihat wajah mereka, wajah orang-orang
yang sangat kukenal, wajah Papa, Mama, dua orang kakakku dan istri-istri
mereka, serta adapula Ribka, gadis yang sangat memperhatikanku selama ini.
Kuperhatikan situasi
di sekelilingku dengan penuh tanda tanya. Tempat ini seperti sebuah ruangan di
rumah sakit. Hal itu dapat kuketahui dari warna-warna putih yang mendominasi
setiap bagian dari ruangan ini.
“Mengapa aku ada di
sini? Dan mengapa pula mereka da di sini?”, tanyaku dalam hati.
Padanganku mulai
beralih kepada sosok tubuh yang terbaring di atas tempat tidur yang sedang
dikelilingi oleh keluargaku, sayang sekali aku tidak dapat melihat dengan jelas
wajah orang yang sedang terbujur kaku tersebut, karena tertutup oleh kepala dan
tubuh mamaku yang sedang memeluk sambil menangis dengan sedihnya di atas tubuh
itu.
Kuhampiri papaku yang
sedang berdiri tepat di samping Mama, “Pa, ada apa ini? Mengapa kita semua ada
di sini dan mengapa kita semua ada di sini? Dan mengapa kalian semua
menangis?”, tanyaku dengan cemas.
Aku heran Papa diam
saja seperti tidak mendengar suaraku. Kuulangi lagi pertanyaanku dengan suara
yang lebih keras, tapi jangankan menjawab, menoleh ke arahku saja tidak.
Beberapa saat kemudian mamaku bangkit berdiri dan memeluk papaku dengan kepala
yang bersandar di dada Papa, dengan mata yang berkaca-kaca, terus memandang
wajah orang yang terbaring di atas tempat tidur itu. Saat itu baru aku bisa
melihat dengan jelas wajah orang yang terbaring kaku di atas tempat tidur
tersebut. Seperti disambar petir rasanya tubuhku saat itu. Gemetar dan terasa
goyak kakiku saat itu. Saat kulihat wajah itu yang adalah wajahku sendiri. Aku
masih belum percaya akan semuanya itu. Aku tidak pedulikan apa yang baru saja
kulihat, kupalingkan wajahku kepada orang-orang yang ada disitu.
“Mama, Papa, kakak,...
ini Ryan, aku ada di sini!”, ucapku dengan suara keras.
Tak satupun dari mereka yang mendengarku. Harapanku yang
terakhir ada pada Ribka yang berdiri sambil terisak di sisi ranjang yang lain.
Kuhampiri dia, “Ika, ini aku, Ryan..., aku di sini. Tolong jawab aku!”
Ribka tetap diam saja,
bahkan ketika kau menyentuhnya dan berusaha menggoyang-goyangkan bagunya supaya
ia bisa merasakan kehadiranku, aku hanya seperti menyentuh udara hampa. Saat
itu aku percaya kalau aku sudah meninggal, dan tubuh yang terbaring kaku itu
adalah jasadku.
Dengan hati yang
hancur, aku berdiri di dekat jasadku dan terasa hampa ketika tanganku mengisap
wajah jasadku yang kurus dan mulai membiru. Sesaat kemudian aku berteriak,
meraung-raung dan menangis sejadi-jadinya.
Kembali muncul dalam
ingatanku hari-hariku selama hidup di dunia. Aku adalah anak bungsu dari tiga
bersaudara. Papa dan mamaku adalah orang Kristen KTP, yang belum lahir baru.
Dalam kehidupan rumah tangga mereka selalu bertengkar. Ketika kedua kakakku
laki-laki sudah sekolah di tingkat SLTA dan SLTP, mamaku kembali mengandung, ia
dan Papa sangat mengidamkan seorang anak perempuan, namun kenyataannya lahirlah
seorang bayi laki-laki, dan bayi itu adalah aku. Mama merawatku seperti seorang
anak perempuan, ia begitu memperhatikanku dan bahkan mendominasi setiap tingkah
laku dan keputusan-keputusan yang harus aku ambil. Ia sangat melindungiku
bahkan aku tidak diperbolehkan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sangat
berat, yang layaknya dilakukan oleh anak laki-laki seusiaku.
Dilain pihak, ayahku
adalah seorang yang keras dan pemarah. Ia sering kali main pukul terhadap Mama,
dan kami anak-anaknya, jika ada sesuatu yang tidak dikenan hatinya. Aku benci
kepada ayahku dan sering terbesit dalam benakku suatu waktu nanti aku akan membunuhnya.
Aku tidak menemukan kasih yang kubutuhkan di saat aku mencari identitas diriku
sebagai seorang laki-laki yang seharusnya kuperoleh dari ayah.
Menginjak usia lima
belasan aku mulai merasa ada yang aneh dalam diriku. Aku akan merasa nyaman
bila berada dekat dengan seorang pria yang memperhatikanku. Dan lama kelamaan
ini mengarah kepada perasaaan secara seksual yang lebih tertarik kepada orang
berjenis kelamin sama denganku. Menginjak kuliah, aku mulai jatuh kedalam
kehidupan gay, aku banyak bertemu dengan orang-orang yang memperhatikanku dan
memenuhi kebutuhanku akan kasih, namun dalam bentuk yang menyimpang dan
terkutuk. Seringkali aku menyadari bahwa yang kulakukan selama ini adalah salah
dan sangat berdosa di mata Tuhan, karena aku hanya akan dapat menemukan
identitas diri yang sejari di dalam Akkah dan aku berharga di mataNya.
Namun aku tetap keras
hari dan jatuh semakin dalam, dan seringkali aku berpikir untuk bunuh firi kiha
mengingat akan rusaknya hidupku ini.
Jurang keputusasaan semakin dalam dan hidupku semakin hancur. Aku berhenti
kuliah, dan mencoba lari kepada nakotika dan obat-obatan terlarang yang bisa
membuatjy sesaat keluar dari masalah –masalah hidupku. Sejak saar itu, hidupku
makin parah, kau menjadi pecandu narkotika dan obat-obatan terlarang selama
bertahun-tahun. Tubuhku yang dulu berisi kini susut dan nampak kurus, tinggal
kulit pembungkus tulang. Wajahku yang lumayan tampan kini peyot, kusam tak
terawat.
Ribka, teman baikku
sejak SMU adalah seorang Kristen yang sudah lahir baru. Sejak dulu ia sangat
memperhatikanku dan aku tahu bahwa dia juga mencintaiku. Tapi ia tidak tahu
akan kelainan yang ada dalam diriku. Seringkali aku merasa kasihan kepadanya.
Seringkali ia berkata: “Ryan, kamu harus bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan
dan Juruselamatmu!”. Setiap ia berkata demikian aku hanya tertawa dan
menganggap ia seperti pendeta tua di gereja kami yang sering berkata seperti
itu.meskipun demikian, ia tetap memperhatikan dan mengasihiku sampai hari-hari
menjelang kematianku, namun ia pasti terpukul karena ia tahu aku meninggal pada
saat aku terhilang dari Tuhan.
Masih aku ingat
beberapa hari yang lalu, aku dan kawan-kawanku berkumpul di sebuah rumah
kontrakkan seorang kawan kami. Di sana kami berpesta narkotika dan obat-obatan
terlarang. Karena aku menggunakan terlalu banyak, akhirnya aku over dosis
dan tidak sadar selama berhari-hari sampai nafasku yang terakhir berhembus.
Hari ini begitu
mendung di pemakaman umum, sementara mereka yang mengelilingi sebuah liang
kubur, berwajah suram dan kelam, sekelam warna pakaian yang mereka pakai.
Tukang-tukang penggali kubur mulai menimbun peti dimana di dalamnya terdapat
jasadku. Terbentuklah sebuah gundukkan tanah merah dengan sebuah salib dari
kayu yang tertancap di bagian kepala dari gundukkan itu. Salib yang bertuliskan
nama dan keterangan-keterangan penting lainnya tentang diriku. Orang-orang
mulai menaburu gundukkan tanah merah itu dengan bunga-bunga yang
berwarna-warni.
Kudekati mamaku,
walaupun dengan pelukan yang terasa hampa dan terasa seperti memeluk angin.
Kucium pipi mamaku untuk yang terakhir kali, sambil kubisikkan, “Mama, Ryan
sayang Mama... selamat tinggal, Ma...”
Sesaat kemudian
kurasakan ada dua tangan kuat yang menarikku kebelakang, sambil kumenoleh
kebelakang, kulihat dua orang malaikat maut berjubah hitam dikanan-kiriku,
mereka menarikku dengan keras. Aku berontak dan meronta-ronta, sambil
berteriak, “Mama, Papa, tolong Ryan... Ribka tolong aku...!”
Tak ada satupun dari
mereka yang ada di pemakaman itu yang menoleh ke arahku. Namun tarikkan kedua
malaikat maut itu semakin keras kurasakan dan aku tak kuat lagi menahannya.
Tubuhku makin menjauh, suara teriakku makin mengecil seiring dengan mengecilnya
orang-orang di pemakaman itu dari pandanganku, dan akhirnya menghilang sama
sekali. Saat itu aku sadar dan berbisik dalam hati, “Semuanya sudah
terlambat...”
Copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com
ijin copas ya brader :lol:
ReplyDeleteTanya: gimana caranya kita bisa membaca cerita (Cerpen/Story) yang pernah kita tulis di Gf? Thanks. JC Bless.
ReplyDelete