20 Hal Menarik Soal Kebohongan
1. Kebohongan, menurut Alkitab, adalah dosa yang
paling tua, soalnya dilakuin pertama kali ama Adam dan Hawa (setelah mereka tahu apa itu dosa,
tentunya) pada Tuhan.
2. Ironisnya, kebohongan jugalah yang bikin kejatuhan mereka. Tentu saja ini nggak lain karena tipuan si Iblis pada Adam dan Hawa, yaitu kalo mereka makan
buah pohon pengetahuan, mereka bakal jadi Tuhan.
3. Bohong bukan cuman milik anak-anak
dan orang dewasa. Para peneliti dari departemen psikologi University of
Portsmouth menemukan kalo
bayi yang baru 6 bulan saja sdah bisa ‘berbohong.’
Kabarnya, bayi-bayi di usia itu udah bisa pura-pura menangis atau pura-pura
tertawa buat mendapatkan perhatian mamanya.
4. Kalo bayi aja bisa, binatang juga bisa. Dua contoh paling gampang adalah kupu-kupu yang pola sayapnya
menyerupai sepasang mata yang sangat besar, buat nakut-nakutin pemangsanya, dan buaya, yang sering berakting seperti
sebatang kayu di sungai, sampai seekor kuda mendekati sungai itu buat minum, dan ... SNAP! Udah banyak diamati perilaku saling menipu dalam
dunia fauna. Kemampuan buat ‘berbohong’ ini dipercaya meningkatkan kemampuan
mereka buat bertahan hidup dari generasi ke generasi (keunggulan evolusioner).
5. Otak kamu juga bisa berbohong dengan
sendirinya. Nggak percaya? Coba ingat-ingat lagi kejadian paling heboh yang
pernah terjadi dalam hidupmu. Bisa nggak kamu mengingat semuanya? Nah, otak kita mengisi
lubang-lubang informasi yang udah kabur itu dengan menciptakan kebohongan-kebohongan
yang bikin kita nyaman karena berhasil ‘mengingatnya’.
6. Itulah sebabnya, kalo kamu sampai
ketemu ama pembohong kompulsif, alias orang yang nggak bisa berhenti berbohong,
jangan aneh atau memojokkan dirinya ya! Kelainan seperti itu emang ada, dan
para psikolog biasanya menyebut orangnya sebagai mythomania.
7. Saking terbiasanya mereka berbohong, para mythomania kemungkinan besar akan lolos
dari deteksi mesin poligraf. Mesin poligraf ini, meskipun katanya bisa
mendeteksi kebohongan dengan melihat kondisi-kondisi fisik kayak denyut nadi, tekanan darah, dan konduktivitas kulit yang berubah waktu seseorang berbohong, pada kenyataannya nggak begitu tuh.
8. Bukan berarti mereka yang berbohong bisa lepas gitu
saja karena mesin poligrafnya yang payah. Justru sebaliknya: mesin poligraf ini lebih
berpotensi menganggap orang-orang yang sebenarnya jujur sebagai pembohong.
Padahal, mereka sebenarnya cuman gugup karena sedang diinterogasi. Tentu saja ini
lebih gawat kan... coba
bayangin kalo kamu mengaku nggak bersalah, tapi ternyata uji poligraf tiba-tiba bilang kalo kamu bersalah!
9. Karena mesin poligraf masih payah, agen-agen
tingkat tinggi di pemerintahan, kayak CIA dan KGB berupaya ngembangin sebuah obat yang bakalan bikin mereka yang meminumya nggak bisa berkelit dari mengatakan kebenaran. Dinamai “serum kebenaran”,
fungsi obatnya mirip ama
veritaserum dalam kisah Harry Potter
atau truth serum yang mungkin pernah
kamu tonton di Kill Bill 2. Tapi
berdasarkan banyak penelitian, hasilnya justru lebih kacau daripada poligraf.
10. Jadi, keduanya gagal. Kebohongan memang sulit
dideteksi. Tapi, ada beberapa orang yang mengklaim bisa merasakan kalo kamu berbohong pada mereka. Katanya, mereka melihatnya dari mata,
gestur tubuh, air muka waktu kita mengatakan kebohongan, dan lain-lain. Kalo mau coba, baca lebih lanjut di www.blifaloo.com/info/lies.php, tapi
situs itu sendiri bilang, secara statistik teknik ini nggak dijamin pasti
berhasil.
11. Sepanjang sejarah, masyarakat udah mencoba banyak cara buat mendeteksi kebohongan. Di Afrika, sekelompok
tersangka diminta mengoper sebutir telur sambil mereka diinterogasi. Kalo telur itu pecah di tangan seseorang, orang itu dianggap bersalah,
karena mereka percaya, orang yang bersalah itu gugup dan akan memegang telurnya
dengan nggak hati-hati. Di Cina, tersangka yang sedang diadili harus menyimpan nasi
di dalam mulutnya waktu
tuduhannya sedang dibacakan. Setelah pembacaan
selesai, tersangka diminta memuntahkan nasinya, dan jika nasinya kering, konon
ia akan dianggap bersalah.
12. Namun yang paling terkenal, dan mungkin paling
banyak memakan korban, adalah teknik iudicium
aquae frigidae—penghakiman oleh air dingin. Metode ini digagas di tahun
800-an oleh uskup agung Rheims, Hincmar, dan banyak dipake di banyak
gereja selama berabad-abad kemudian. Konon, air yang bersih dan suci nggak bakalan mau menerima pembohong, jadi mereka yang berbohong akan terapung waktu diceburin dengan tangan dan kaki terikat, sementara yang jujur akan tenggelam
(dan tentunya akan segera diselamatkan). Absurd banget, ya?
13. Latar belakang yang bikin gereja Abad
Pertengahan begitu yakin dengan apa yang mereka lakukan adalah paham kalo Allah bakal nyelamatin orang yang nggak
bersalah dari penghukuman yang nggak sepantasnya. Telusuri lebih jauh lagi, kamu bakal nemuin sebuah cerita yang mirip di Perjanjian Lama. Ingat? Ya, cerita soal
Daniel di gua singa, dan Sadrakh, Mesakh, Abednego di dalam tungku api Raja
Darius (baca Daniel 3).
14. Jadi, emang, peradaban manusia sampai saat ini
masih belum bisa mendapatkan alat yang lebih hebat dari... hidungnya Pinokio.
Sampai saat ini yah hidung itulah detektor yang paling oke, soalnya hidung itu bakalan
selalu memanjang kapanpun ia mengatakan kebohongan. Sayangnya, itu
fiksiiiii...
15. Bagi sebagian besar orang, termasuk mungkin
kamu dan saya, berbohong udah jadi kegiatan sehari-hari. Misalnya suatu hari kamu ketemu seorang kenalan, dan ia bertanya, “Apa kabar?”
Coba hitung, seberapa sering kamu benar-benar merasakan yang sesungguhnya waktu kamu menjawabnya dengan, “Baik-baik” atau “Luar biasa!”?
16. Ada orang-orang yang menganggap, tentu saja
kebohongan semacam itu (termasuk perkataan rutin harian seorang suami pada
istrinya, “Kamu cantik hari ini.”) tidaklah berbahaya dan nggak bisa dikategorikan sebagai suatu pelanggaran. Tapi batasannya apa? Sepanjang
sejarah, udah banyak orang yang mencoba mendefinisikan kategori-kategori untuk
kebohongan, mulai dari para bapak gereja, Agustinus dari Hippo dan Thomas
Aquinas, filsuf moral Immanuel Kant, sampe bapak psikologi Sigmund
Freud, pernah melakukannya.
17. St. Agustinus, misalnya, mengategorikan
kebohongan jadi delapan tingkat, dari yang paling parah dan hukumannya maut
(bersaksi dusta tentang Tuhan dan agama), sampai kebohongan yang nggak menyakiti siapapun dan justru berupaya melindungi keselamatan fisik
seseorang (ini yang sering kita sebut “bohong putih”). Tentu saja Agustinus
berkata, semua kebohongan itu dosa dan kita harus berhenti melakukannya.
18. Tapi dalam perang, kebohongan itu mutlak. Seringkali
itu bisa jadi senjata yang paling ampuh (dalam kontra-spionase, misalnya),
sekaligus perisai yang paling kuat (buat melindungi teman-teman
prajurit yang lain kalo
salah satu tertangkap). Itu sebabnya, dalam Islam,
berbohong dalam perang termasuk tiga kebohongan yang nggak dianggap dosa.
Seperti kata pepatah lama, “All’s fair in
love and war” (nggak
ada yang nggak sah dalam cinta dan
peperangan).
19. Trus, gimana dengan berfantasi, atau menghibur
diri sendiri? Bisa nggak dikategorikan sebagai berbohong? Misalnya, kamu menghibur diri sendiri dengan
bilang kalo semuanya akan baik-baik aja waktu kamu lagi menghadapi masalah
besar. Banyak kasus menghibur sendiri kalo dipikirin lebih dalam sebetulnya
pada kenyataannya nggak mungkin (atau sangat sulit) terjadi, kan? Ah,
tapi seenggaknya, menghibur diri sendiri banyak manfaatnya, kan? Gitu juga kalo kita bersikap optimis dalam hidup. Kata sebagian orang, kita mungkin
sedang berbohong, tapi nggak apalah.
20. Terakhir, sebuah paradoks. “Semua orang Kreta
adalah pembohong,” ujar Epimenides orang Kreta. Apakah mungkin yang ia katakan
itu benar, ataukah ia sedang berbohong?
No comments:
Post a Comment
copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com