PELATIHAN KEPEMIMPINAN, Masihkah Diperlukan?
By: DR. Robby Chandra *)
Mau bicara apa lagi tentang kepemimpinan? Anda mungkin sudah maklum, seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki tiga daya: Daya untuk merumuskan visi dan misi bersama, daya untuk menggerakkan, dan daya untuk mengubah orang sehingga visi tadi tercapai. Orang bergabung dengannya karena ia dapat dipercaya dan tampil sebagai orang yang mengabdi. Karenanya, biasanya, pemimpin yang tidak pernah memiliki visi pribadi, tidak mengalami diubah oleh orang lain dan mengalami bergerak bersama orang lain, sulit mendapatkan kepercayaan tadi. Orang butuh mengamati bahwa Walk the Talk menjadi bagian hidupnya.
Akhir-akhir ini beberapa lembaga memang mulai berkiprah di bidang ini dan cukup menarik perhatian di Indonesia, seperti Haggai Institut, Maxwell, dan YLI (Young Life Indonesia). Bahkan baru-baru ini, Badan Kerja Sama antar Perguruan Tinggi Kristen se-Indonesia membahas soal kepemimpinan sebagai topik utama pertemuan mereka. Mereka berupaya menjawab berbagai kebutuhan dalam urusan kepemimpinan. Mengapa semuanya disambut?
Konon, kualitas kepemimpinan di berbagai bidang memang terkesan buruk. Hal ini kentara baik di bidang politik, pekerjaan sehari-hari, maupun komunitas agama. Manipulator, koruptor, dan tiran spiritual merupakan hal yang lebih sering orang lihat daripada sosok pemimpin yang melayani. Sekurang-kurangnya, kita lebih melihat sosok manajer, birokrat serta pengejar status – dan bukannya pemimpin, bahkan di dalam organisasi agamawi.
Melihat kenyataan ini, masih bergunakah kehadiran pelatihan kepemimpinan untuk menghasilkan sosok-sosok pemimpin yang lebih baik di masa depan?
• Haggai Institut melatih pemimpin-pemimpin yang sudah matang, memperkaya mereka dan menumbuhkan komitmen penginjilan.
• Young Life melatih anak-anak SMU, mahasiswa dan profesional muda. Mereka dikenal karena menggunakan kombinasi kelas, alam bebas, pemulihan gambar diri, serta praktek dalam network yang solid. Dari sudut peralatan, mereka memiliki camp ground, alat-alat lintas alam, dan akses ke kapal-kapal di teluk Jakarta.
• Organisasi di bawah bendera Maxwell juga tidak main-main. Mereka menentukan target 10 juta orang untuk dilatih secara sistematik seperti dalam sistem MLM. Dukungan buku, pelatih dan promosinya pun sangat profesional.
Semua pelatihan tadi memang baik, namun agaknya, ada suatu hal yang jelas tidak dapat tergantikan oleh pelatihan-pelatihan tersebut. Biasanya, hal terakhir inilah yang justru luput untuk dilatih. Apakah itu?
Partial atau Menyeluruh?
Banyak orang membanggakan kepemimpinan si Anu di pekerjaan, masyarakat atau di bidang politik dan kalangan agama. Namun, jarang orang yang mengukur bahwa di dalam hubungan keluarga, ia tampil sebagai pemimpin yang tidak berhasil. Clinton, misalnya. (Amit-amit punya menantu seperti dia. Tak akan rela saya membiarkan putri saya menikah dengannya). Tapi memang banyak pemimpin yang serupa itu. Hubungannya dengan istri, suami, anak atau mertua justru diabaikan. Orang pun lalu menganggap bahwa kesuksesannya di luar rumah menyebabkan pengorbanannya di rumah menjadi sesuatu yang wajar.
Padahal, kepemimpinan sejati harus tercermin, dimulai, dan dibina dengan kepemimpinan diri dan kepemimpinan dalam keluarga, suatu unit terkecil dan inti dari masyarakat. Mengapa demikian?
Memimpin diri, keluar dari zona nyaman
Setiap manusia cenderung berada dalam zona nyamannya. Zona nyaman adalah pola pikir, pola sikap serta pola prilaku dan paradigma spiritual yang seseorang biasa gunakan dan telah membawanya sukses sampai saat ini. Karena terasa nyaman, maka hal itu diulang-ulang serta dipertahankam terus. Akibatnya, seringkali tanpa disadari ia terpenjara dalam hal yang membuatnya nyaman itu.
Untuk membuat orang bergerak, sang pemimpin harus tulus bergerak bersama mereka. Untuk membuat diri bergerak ke arah visi tertentu bersama para pengikut, sang pemimpin harus berani memberi teladan dengan bergerak keluar terlebih dulu dari zona nyamannya.
Hal itu memang sulit. Tapi bila ia berhasil menunjukkan teladan dalam mengatasi hal yang sulit, ia bisa menjadi pemimpin yang inspiratif.
Adakah kaitan antara zona nyaman dengan visi? Orang yang segan keluar dari zona nyaman biasanya segan membuat visi baru. Buat apa perubahan? Tidakkah perubahan membawa ketidakpastian? Karena itu, kalaupun ia membuat visi baru, ia malas mengubah pola-pola di atas. Kenapa musti diubah, kalau ia merasa bahwa hal tadi telah membawanya kepada sukses. Karena itu, bila ingin jadi seorang pemimpin sejati, seseorang perlu terus belajar tentang zonanya.
Memimpin orang lain, keluar dari kesempitan
Bila Anda ingin mengenal siapa seseorang, lihatlah siapa teman-temannya. Lebih dalam lagi, lihat juga siapakah pasangan hidup dan bagaimana anak-anaknya? Mereka semua mencerminkan diri orang itu dan bagaimana ia sesungguhnya memperlakukan orang lain. Jadi, bila ingin melihat jati diri seorang pemimpin dan bagaimana kepemimpinannya dibangun, lihatlah keluarganya.
Pertama, berapa jauh di dalam kepemimpinannya ini ia membangun kepemimpinan kolektif di keluarganya. Lihatlah bagaimana ia berbagi informasi, perspektif dan visi dengan pasangannya. Apakah ia membangun suatu kepemimpinan yang kolektif dimana keputusan diambil bersama? Apakah ia memberi cukup ruang untuk pasangannya mengeksplorasi hidup? Ataukah ia menjadi Kapten kapal di keluarganya? Umumnya, hal ini sering terlihat di Asia. Suami menjadi pemimpin besar. Ia memiliki kata terakhir. Ia adalah kapten kapal.
Jadi dimana tempat istri dan anak? Yah, cukup jadi pengikut yang patuh dan berterimakasih. Umumnya, orang menganggap bentuk pembagian tugas dan pola kepemimpinan serupa itu wajar dan tradisional. Atau dengan kata lain: baik dan stabil. Benar, memang stabil, karena istri dan anak terus menerus memainkan peran manusia yang tidak mandiri. Anehnya, justru peran penting sebagai pemimpin spiritual tidak dimainkan oleh para kapten kapal serupa itu, padahal peran itu adalah jangkar keluarga.
Sebaliknya, ada pemimpin yang menyadari bahwa semakin kompleks urusan yang dihadapi seseorang, semakin perlu ia akan bantuan dan kerja sama dengan orang lain. Ia mulai dengan melakukan hal itu di rumahnya. Ia ingin melihat anak dan pasangannya mandiri. Untuk itu mereka boleh berbeda pendapat, bahkan berseberangan dengan dirinya.
Kedua, seringkali seorang pemimpin terjebak dalam gaya kepemimpinan yang sama, padahal siklus organisasinya sudah ada di titik yang berbeda. Hal itu mudah terjadi bila ia tidak menyadari perubahan-perubahan yang terjadi di keluarganya. Cobalah lihat cara ia menasehati anaknya yang berusia 9 tahun, yang dinasehatinya dengan cara yang sama ketika sang anak berusia 4 tahun. Ia akan terkejut!
Atau, perlakukanlah istri Anda seperti ketika ia masih gadis imut berusia 18 tahun yang Anda pacari dulu. Yang jelas, Anda akan gagal! Karena itu, perlakukanlah mereka dengan cara yang tepat dan sesuai dengan kondisi mereka dan siklus hidup mereka. Anda akan belajar banyak hal.
Pelatihan kepemimpinan untuk nalar vs untuk gaya hidup
Masih banyak lagi contoh bagaimana kepemimpinan tercermin dan dipraktekkan terus menerus di keluarga. Kepemimpinan juga dimulai dan dipelajari di sana. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang memiliki pimpinan tunggal akan meniru cara itu. Ia mengira itulah pola yang terbaik untuk hidup keluarga. Akibatnya, hal itu ditransfernya juga ke pekerjaan, komunitas agama, dan masyarakat dimana ia hidup. Selama ia tidak diubah dan bergerak keluar dari ruang nyaman, agaknya pelatihan kepemimpinan hanya baik untuk nalar, tapi bukan sebagai gaya hidup. Seorang anak yang memiliki ayah atau ibu yang tidak sensitif terhadap siklus perubahan di dalam keluarga dan masyarakat, akan memiliki keyakinan bahwa ia dapat tetap menjadi pemimpin yang baik walaupun ia tidak punya kepekaan.
Nah, bagaimana? Salahkah bila kita membayangkan bahwa kepemimpinan dan pendidikan tentang hal ini harus terjadi secara utuh di dalam diri pribadi dan keluarga selain di pekerjaan, komunitas agama atau di masyarakat luas? ** (Penulis adalah seorang Master Trainer yang banyak memberikan pelatihan di bidang pengembangan SDM, komunikasi, dan kepemimpinan).
No comments:
Post a Comment
copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com