Sunday, March 25, 2012

Cerpen: Semuanya Sudah Terlambat


Semuanya Sudah Terlambat
Oleh Rudy

Aku merasa tubuhku sangat ringan, bahkan seperti melayang di atas lantai. Aku tersadar ketika aku mendengar suara orang-orang sedang menangis. Kupandang orang-orang disekelilingku, aku terkejut ketika melihat wajah mereka, wajah orang-orang yang sangat kukenal, wajah Papa, Mama, dua orang kakakku dan istri-istri mereka, serta adapula Ribka, gadis yang sangat memperhatikanku selama ini.
Kuperhatikan situasi di sekelilingku dengan penuh tanda tanya. Tempat ini seperti sebuah ruangan di rumah sakit. Hal itu dapat kuketahui dari warna-warna putih yang mendominasi setiap bagian dari ruangan ini.
“Mengapa aku ada di sini? Dan mengapa pula mereka da di sini?”, tanyaku dalam hati.
Padanganku mulai beralih kepada sosok tubuh yang terbaring di atas tempat tidur yang sedang dikelilingi oleh keluargaku, sayang sekali aku tidak dapat melihat dengan jelas wajah orang yang sedang terbujur kaku tersebut, karena tertutup oleh kepala dan tubuh mamaku yang sedang memeluk sambil menangis dengan sedihnya di atas tubuh itu.
Kuhampiri papaku yang sedang berdiri tepat di samping Mama, “Pa, ada apa ini? Mengapa kita semua ada di sini dan mengapa kita semua ada di sini? Dan mengapa kalian semua menangis?”, tanyaku dengan cemas.
Aku heran Papa diam saja seperti tidak mendengar suaraku. Kuulangi lagi pertanyaanku dengan suara yang lebih keras, tapi jangankan menjawab, menoleh ke arahku saja tidak. Beberapa saat kemudian mamaku bangkit berdiri dan memeluk papaku dengan kepala yang bersandar di dada Papa, dengan mata yang berkaca-kaca, terus memandang wajah orang yang terbaring di atas tempat tidur itu. Saat itu baru aku bisa melihat dengan jelas wajah orang yang terbaring kaku di atas tempat tidur tersebut. Seperti disambar petir rasanya tubuhku saat itu. Gemetar dan terasa goyak kakiku saat itu. Saat kulihat wajah itu yang adalah wajahku sendiri. Aku masih belum percaya akan semuanya itu. Aku tidak pedulikan apa yang baru saja kulihat, kupalingkan wajahku kepada orang-orang yang ada disitu.
“Mama, Papa, kakak,... ini Ryan, aku ada di sini!”, ucapku dengan suara keras.
Tak satupun dari mereka yang mendengarku. Harapanku yang terakhir ada pada Ribka yang berdiri sambil terisak di sisi ranjang yang lain. Kuhampiri dia, “Ika, ini aku, Ryan..., aku di sini. Tolong jawab aku!”
Ribka tetap diam saja, bahkan ketika kau menyentuhnya dan berusaha menggoyang-goyangkan bagunya supaya ia bisa merasakan kehadiranku, aku hanya seperti menyentuh udara hampa. Saat itu aku percaya kalau aku sudah meninggal, dan tubuh yang terbaring kaku itu adalah jasadku.
Dengan hati yang hancur, aku berdiri di dekat jasadku dan terasa hampa ketika tanganku mengisap wajah jasadku yang kurus dan mulai membiru. Sesaat kemudian aku berteriak, meraung-raung dan menangis sejadi-jadinya.

Kembali muncul dalam ingatanku hari-hariku selama hidup di dunia. Aku adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Papa dan mamaku adalah orang Kristen KTP, yang belum lahir baru. Dalam kehidupan rumah tangga mereka selalu bertengkar. Ketika kedua kakakku laki-laki sudah sekolah di tingkat SLTA dan SLTP, mamaku kembali mengandung, ia dan Papa sangat mengidamkan seorang anak perempuan, namun kenyataannya lahirlah seorang bayi laki-laki, dan bayi itu adalah aku. Mama merawatku seperti seorang anak perempuan, ia begitu memperhatikanku dan bahkan mendominasi setiap tingkah laku dan keputusan-keputusan yang harus aku ambil. Ia sangat melindungiku bahkan aku tidak diperbolehkan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sangat berat, yang layaknya dilakukan oleh anak laki-laki seusiaku.
Dilain pihak, ayahku adalah seorang yang keras dan pemarah. Ia sering kali main pukul terhadap Mama, dan kami anak-anaknya, jika ada sesuatu yang tidak dikenan hatinya. Aku benci kepada ayahku dan sering terbesit dalam benakku suatu waktu nanti aku akan membunuhnya. Aku tidak menemukan kasih yang kubutuhkan di saat aku mencari identitas diriku sebagai seorang laki-laki yang seharusnya kuperoleh dari ayah.

Menginjak usia lima belasan aku mulai merasa ada yang aneh dalam diriku. Aku akan merasa nyaman bila berada dekat dengan seorang pria yang memperhatikanku. Dan lama kelamaan ini mengarah kepada perasaaan secara seksual yang lebih tertarik kepada orang berjenis kelamin sama denganku. Menginjak kuliah, aku mulai jatuh kedalam kehidupan gay, aku banyak bertemu dengan orang-orang yang memperhatikanku dan memenuhi kebutuhanku akan kasih, namun dalam bentuk yang menyimpang dan terkutuk. Seringkali aku menyadari bahwa yang kulakukan selama ini adalah salah dan sangat berdosa di mata Tuhan, karena aku hanya akan dapat menemukan identitas diri yang sejari di dalam Akkah dan aku berharga di mataNya.
Namun aku tetap keras hari dan jatuh semakin dalam, dan seringkali aku berpikir untuk bunuh firi kiha mengingat akan  rusaknya hidupku ini. Jurang keputusasaan semakin dalam dan hidupku semakin hancur. Aku berhenti kuliah, dan mencoba lari kepada nakotika dan obat-obatan terlarang yang bisa membuatjy sesaat keluar dari masalah –masalah hidupku. Sejak saar itu, hidupku makin parah, kau menjadi pecandu narkotika dan obat-obatan terlarang selama bertahun-tahun. Tubuhku yang dulu berisi kini susut dan nampak kurus, tinggal kulit pembungkus tulang. Wajahku yang lumayan tampan kini peyot, kusam tak terawat.
Ribka, teman baikku sejak SMU adalah seorang Kristen yang sudah lahir baru. Sejak dulu ia sangat memperhatikanku dan aku tahu bahwa dia juga mencintaiku. Tapi ia tidak tahu akan kelainan yang ada dalam diriku. Seringkali aku merasa kasihan kepadanya. Seringkali ia berkata: “Ryan, kamu harus bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatmu!”. Setiap ia berkata demikian aku hanya tertawa dan menganggap ia seperti pendeta tua di gereja kami yang sering berkata seperti itu.meskipun demikian, ia tetap memperhatikan dan mengasihiku sampai hari-hari menjelang kematianku, namun ia pasti terpukul karena ia tahu aku meninggal pada saat aku terhilang dari Tuhan.
Masih aku ingat beberapa hari yang lalu, aku dan kawan-kawanku berkumpul di sebuah rumah kontrakkan seorang kawan kami. Di sana kami berpesta narkotika dan obat-obatan terlarang. Karena aku menggunakan terlalu banyak, akhirnya aku over dosis dan tidak sadar selama berhari-hari sampai nafasku yang terakhir berhembus.

Hari ini begitu mendung di pemakaman umum, sementara mereka yang mengelilingi sebuah liang kubur, berwajah suram dan kelam, sekelam warna pakaian yang mereka pakai. Tukang-tukang penggali kubur mulai menimbun peti dimana di dalamnya terdapat jasadku. Terbentuklah sebuah gundukkan tanah merah dengan sebuah salib dari kayu yang tertancap di bagian kepala dari gundukkan itu. Salib yang bertuliskan nama dan keterangan-keterangan penting lainnya tentang diriku. Orang-orang mulai menaburu gundukkan tanah merah itu dengan bunga-bunga yang berwarna-warni.
Kudekati mamaku, walaupun dengan pelukan yang terasa hampa dan terasa seperti memeluk angin. Kucium pipi mamaku untuk yang terakhir kali, sambil kubisikkan, “Mama, Ryan sayang Mama... selamat tinggal, Ma...”
Sesaat kemudian kurasakan ada dua tangan kuat yang menarikku kebelakang, sambil kumenoleh kebelakang, kulihat dua orang malaikat maut berjubah hitam dikanan-kiriku, mereka menarikku dengan keras. Aku berontak dan meronta-ronta, sambil berteriak, “Mama, Papa, tolong Ryan... Ribka tolong aku...!”
Tak ada satupun dari mereka yang ada di pemakaman itu yang menoleh ke arahku. Namun tarikkan kedua malaikat maut itu semakin keras kurasakan dan aku tak kuat lagi menahannya. Tubuhku makin menjauh, suara teriakku makin mengecil seiring dengan mengecilnya orang-orang di pemakaman itu dari pandanganku, dan akhirnya menghilang sama sekali. Saat itu aku sadar dan berbisik dalam hati, “Semuanya sudah terlambat...” 

Copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com

2 comments:

  1. ijin copas ya brader :lol:

    ReplyDelete
  2. Tanya: gimana caranya kita bisa membaca cerita (Cerpen/Story) yang pernah kita tulis di Gf? Thanks. JC Bless.

    ReplyDelete

copyright majalah GFRESH! www.anakmudanet.blogspot.com


MamaOla